MATARAM (ceraken.id) – Persoalan ketenagakerjaan di NTB ternyata masih menyisakan banyak masalah, mulai hubungan industri, angka pengangguran terbuka hingga urusan pertumbuhan investasi dan kesempatan kerja yang tak sebanding dengan pertambahan angkatan kerja baru kisaran 150.000 hingga 200.000 orang tiap tahun.
Beragam persoalan ketenagakerjaan tersebut disampaikan Kadisnakertrans NTB I Gede Putu Aryadi SSos MH saat tampil sebagai narasumber pada Dialog Hubungan Kerja di Provinsi NTB di Hotel Golden Palace, Kamis (7/3/2024).
Dalam presentasinya, Gede menyoroti beberapa proyek strategis nasional yang dimiliki oleh Provinsi NTB, diantaranya di Pulau Lombok ada KEK Mandalika sebagai Destinasi Super Prioritas Nasional, di Pulau Sumbawa ada pembangunan smelter, di Dompu ada eksplorasi oleh PT. Sumbawa Timur Mining.
Namun demikian, Provinsi NTB masih menghadapi beberapa isu terkait hubungan industrial, yaitu pertama walaupun Tingkat Pengangguaran Terbuka (TPT) Provinsi NTB setiap tahun terus menurun, namun terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja.
“Setiap tahun terjadi penambahan angkatan kerja baru sekitar 150.000-200.000 orang dan total jumlah angkatan kerja di NTB sebanyak 2,9 juta jiwa. Angka ini tidak sebanding dengan pertumbuhan investasi dan kesempatan kerja di NTB,” terangnya.
Isu kedua, yaitu sehubungan dengan penambahan investasi yang ada di NTB seringkali menimbulkan sedikit turbulensi terkait pemberdayaan tenaga kerja lokal. Setiap investasi seyogyanya memberikan kemanfaatan bagi masyarakat sekitar, namun tidak mungkin semua tenaga kerja lokal bisa diakomodir. Butuh penyiapan kompetensi dari sisi kompetensi SDM. Oleh karena itu, butuh kerja sama kolektif dari berbagai pihak untuk menyiapkan kompetensi, tidak bisa dari pemerintah sendiri.
“Perusahaan memiliki kewajiban untuk menyiapkan SDM, bukan hanya datang untuk memanfaatkan tetapi juga ikut menyiapkan kompetensi masyarakat agar bisa mendapatkan akses kesempatan kerja di perusahaan tersebut,” tegasnya.
Ketiga, yaitu isu eksodus penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). Pemerintah daerah dalam menangani TKA hanya memiliki tugas dan fungsi kewenangan untuk melakukan pengawasan dan pembinaan. Sedangkan proses perizinan ada di pemerintah pusat.
“Penggunaan TKA seringkali dipelintir. Padahal kenyataannya setiap bulan, PT AMNT dan aliansinya selalu melaporkan jumlah TKA. Sampai bulan Februari lalu, jumlah TKA di PT. AMNT dan aliansi sekitar 740 orang. Data tersebut sudah termasuk keluarganya,” ujarnya.
Kepada perusahaan yang menggunakan TKA, Ia berpesan harus memperhatikan ketentuan yang ada dan disesuaikan dengan RPTKA sesuai dengan PP No. 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan TKA. Ia juga meminta adanya keterbukaan dari perusahaan agar ketika terjadi masalah bisa ditangani dengan baik.
Pemerintah, perusahaan dan masyarakat harus membangun simbiosis mutualisme, karena saling membutuhkan. Tidak ada perusahaan yang maju tanpa adanya tenaga kerja yang kompeten. Angkatan kerja tidak bisa terserap, jika tidak ada investasi. Pemerintah hadir memberikan pembinaan, menciptakan keadilan dan membuat kebijakan.
“Perusahaan harus konsen pada pengembangan usaha, memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi pekerjaan dengan mengedepankan asas keadilan. Begitupula dengan serikat pekerja yang harus meningkatkan kompetensinya untuk mendukung kemajuan perusahaan. Hubungan harmonis ini yang harus dijaga terus demi mencapai NTB Maju Melaju dan Indonesia Emas
Dialog Ketenagakerjaan untuk samakan persepsi penggunaan TKA, PKWT dan Alih Daya
Dialog Hubungan Kerja di Provinsi NTB Digelar Kementerian Ketenagakerjaan melalui Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Ditjen. PHI JSK) bekerjasama dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB.
Dialog dilaksanakan selama 2 hari, dari tanggal 7-8 Maret 2023 diikuti oleh 50 peserta perwakilan dari perusahaan. Narasumber dialog, diantaranya: Direktur Hubungan Kerja dan Pengupahan, Ketua Pusat Pengembangan Hukum Ketenagakerjaan Universitas Brawijaya dan Akademisi Universitas Mataram.h
Dalam sambutan pembukaannya, Dirjen. PHI dan Jamsostek yang diwakili oleh Direktur Hubungan Kerja dan Pengupahan, Ir. Dinar Titus Jogaswitani, M.B.A menjabarkan substansi pokok klaster ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja terdapat 8 yang meliputi: Tenaga Kerja Asing (TKA); Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT); Alih daya (outsourcing); waktu kerja dan istirahat; upah minimum; PHK, pesangon dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP); pengenaan sanksi; dan perizinan bidang ketenagakerjaan.
Menurutnya, semua substansi pokok tersebut, telah diatur secara detail pada Peraturan Pemerintah (PP). Misalnya Tenaga Kerja Asing (TKA) telah diatur dalam PP Nomor 37 Tahun 2021. Kemudian pada PP No.35 Tahun 2021 secara lengkap sudah mengatur tentang PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, serta PHK.
“Ketentuan inilah yang sangat penting kita diskusikan, bagaimana implementasinya, karena sangat berkaitan dengan mewujudkan Hubungan Industrial yang Harmonis, Dinamis, Kondusif dan Berkeadilan. Jika Hubungan Industrial di tempat kerja tidak kondusif, maka akan mengakibatkan kelangsungan proses produksi dan ketenangan kerja tidak tercipta,” ujarnya.
Ketenagakerjaan melalui Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Ditjen. PHI JSK) bekerjasama dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB menggelar kegiatan Dialog Hubungan Kerja di Provinsi NTB di Hotel Golden Palace, Kamis (7/3/2024).
Dialog yang dilaksanakan selama 2 hari, dari tanggal 7-8 Maret 2023 diikuti oleh 50 peserta perwakilan dari perusahaan. Narasumber dialog, diantaranya: Direktur Hubungan Kerja dan Pengupahan, Ketua Pusat Pengembangan Hukum Ketenagakerjaan Universitas Brawijaya dan Akademisi Universitas Mataram
Dalam sambutan pembukaannya, Dirjen. PHI dan Jamsostek yang diwakili oleh Direktur Hubungan Kerja dan Pengupahan, Ir. Dinar Titus Jogaswitani, M.B.A menjabarkan substansi pokok klaster ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja terdapat 8 yang meliputi: Tenaga Kerja Asing (TKA); Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT); Alih daya (outsourcing); waktu kerja dan istirahat; upah minimum; PHK, pesangon dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP); pengenaan sanksi; dan perizinan bidang ketenagakerjaan.
Menurutnya, semua substansi pokok tersebut, telah diatur secara detail pada Peraturan Pemerintah (PP). Misalnya Tenaga Kerja Asing (TKA) telah diatur dalam PP Nomor 37 Tahun 2021. Kemudian pada PP No.35 Tahun 2021 secara lengkap sudah mengatur tentang PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, serta PHK.
“Ketentuan inilah yang sangat penting kita diskusikan, bagaimana implementasinya, karena sangat berkaitan dengan mewujudkan Hubungan Industrial yang Harmonis, Dinamis, Kondusif dan Berkeadilan. Jika Hubungan Industrial di tempat kerja tidak kondusif, maka akan mengakibatkan kelangsungan proses produksi dan ketenangan kerja tidak tercipta,” ujarnya.
Penulis : CR-02
Editor : Tim Redaksi
Sumber Berita : Siaran Pers Disnakertrans NTB