Kearifan Lokal Suku Sasak: Berbagi, Bermain, dan Berumah Tangga

Sabtu, 15 Februari 2025 - 17:33 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

CERAKEN.ID- Masyarakat Sasak di Pulau Lombok memiliki cara tersendiri dalam menjaga keseimbangan ekonomi di komunitas mereka.

Di tengah dinamika kehidupan modern, kearifan lokal tetap menjadi fondasi dalam membangun hubungan sosial dan ekonomi yang harmonis.

Konsep gotong royong yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari membuat masyarakat Sasak mampu bertahan dan saling membantu dalam menghadapi tantangan ekonomi.

Salah satu tradisi yang masih dijaga hingga kini adalah saling peliwat, sebuah praktik menunda pembayaran utang bagi seseorang yang sedang mengalami kesulitan ekonomi.

Dengan tradisi ini, individu atau keluarga yang tengah mengalami kemunduran usaha diberikan kelonggaran waktu untuk bangkit kembali sebelum melunasi kewajibannya.

Selain itu, ada juga tradisi saling lilig, yakni bentuk gotong royong dalam membantu sahabat atau kerabat melunasi hutangnya tanpa mengenakan bunga atau imbalan. Tradisi ini memperkuat solidaritas antaranggota masyarakat dan mencerminkan nilai kebersamaan yang tinggi.

Tak hanya itu, masyarakat Sasak juga mengenal saling sangkol, yakni pemberian bantuan berupa harta atau uang kepada sahabat atau anggota komunitas yang sedang mengalami kesulitan ekonomi. Bantuan ini diberikan secara sukarela dengan harapan dapat meringankan beban penerima.

Prinsip utama yang dipegang oleh masyarakat Sasak adalah sekedik pede sekedik, lueq pede lueq (sedikit sama sedikit, banyak sama banyak).

Filosofi ini menekankan pentingnya berbagi, tidak hanya dalam hal materi tetapi juga dalam rasa empati dan kebersamaan. Nilai luhur ini terus diwariskan agar tetap hidup di tengah masyarakat yang semakin modern.

Baca Juga :  Menggagas Perpustakaan Tematik: Jalan Sunyi Literasi dari Tana Samawa

Selain dalam aspek ekonomi, kearifan lokal Sasak juga tercermin dalam berbagai permainan tradisional yang diwariskan turun-temurun. Di tengah era digital yang semakin menggeser kebiasaan anak-anak bermain di luar rumah, permainan tradisional ini tetap memiliki tempat tersendiri dalam kehidupan masyarakat Sasak.

Beberapa permainan yang masih dikenal hingga saat ini antara lain Maen Batun Bagek, Maen Ceprak, Maen Selodor, Maen Godekan, Maen Gatrik, dan Maen Jingklak.

Selain itu, ada pula permainan Peresean, yang merupakan seni bertarung menggunakan tongkat rotan dan perisai kulit kerbau.

Peresean tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai sarana latihan fisik dan keberanian bagi para pemuda Sasak.

Permainan lainnya seperti Sepok Siat, Ngumang, Menciwe, dan Maen Cungklik juga menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Sasak di masa lalu.

Meskipun permainan modern semakin mendominasi, upaya untuk melestarikan permainan tradisional terus dilakukan oleh komunitas dan lembaga kebudayaan setempat.

Tak hanya dalam aspek ekonomi dan hiburan, kearifan lokal Sasak juga tercermin dalam arsitektur rumah adat mereka. Hingga kini, beberapa desa adat seperti Desa Sade di Lombok Tengah masih mempertahankan bentuk rumah tradisional Sasak yang khas.

Rumah adat Sasak terdiri dari beberapa jenis, di antaranya Bale Tani, Bale Jajar, Berugaq, Sekenam, Bale Bontar, Bale Belek Bencingah, dan Bale Tajuk. Setiap jenis rumah memiliki fungsi dan makna tersendiri dalam kehidupan masyarakat.

Bale Tani, misalnya, merupakan rumah berbentuk limasan dengan lantai tanah yang sederhana. Rumah ini biasanya dihuni oleh petani dan menjadi simbol kesederhanaan serta kehidupan yang selaras dengan alam.

Baca Juga :  Menggagas Perpustakaan Tematik: Jalan Sunyi Literasi dari Tana Samawa

Sementara itu, Bale Jajar diperuntukkan bagi keluarga dengan ekonomi menengah ke atas. Rumah ini memiliki dua kamar tidur yang disebut dalem bale, serta serambi depan yang biasanya dilengkapi dengan berugaq.

Berugaq sendiri merupakan bangunan tanpa dinding yang digunakan sebagai tempat beristirahat dan menerima tamu. Bangunan ini mencerminkan keterbukaan masyarakat Sasak dalam menjalin hubungan sosial.

Selain itu, ada juga Sekenam, bangunan berbentuk mirip Berugaq tetapi memiliki enam tiang. Sekenam biasanya digunakan sebagai tempat belajar dan menanamkan nilai-nilai budaya bagi generasi muda.

Dengan tetap mempertahankan rumah adat dan fungsinya, masyarakat Sasak menunjukkan bahwa modernisasi tidak harus menghilangkan identitas budaya.

Sebaliknya, keseimbangan antara tradisi dan perkembangan zaman menjadi kunci dalam menjaga kearifan lokal yang diwariskan oleh leluhur.

Kearifan lokal suku Sasak, baik dalam aspek ekonomi, permainan tradisional, maupun rumah adat, merupakan cerminan dari nilai-nilai luhur yang diwariskan secara turun-temurun.

Tradisi gotong royong dalam perekonomian, permainan yang membangun kebersamaan, serta arsitektur rumah yang sarat makna menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas Sasak.

Di tengah derasnya arus globalisasi, upaya pelestarian kearifan lokal ini menjadi tugas bersama, baik bagi masyarakat adat maupun generasi muda.

Dengan tetap menjaga dan mengajarkan nilai-nilai ini, warisan budaya Sasak akan tetap hidup dan menjadi kebanggaan bagi anak cucu di masa depan.***

 

 

Berita Terkait

Menggagas Perpustakaan Tematik: Jalan Sunyi Literasi dari Tana Samawa
Menyusuri Jejak Air: Pembukaan Lingkar Seni Wallacea 2025 di Sungai Meninting

Berita Terkait

Senin, 22 Desember 2025 - 16:54 WITA

Menggagas Perpustakaan Tematik: Jalan Sunyi Literasi dari Tana Samawa

Minggu, 16 November 2025 - 17:04 WITA

Menyusuri Jejak Air: Pembukaan Lingkar Seni Wallacea 2025 di Sungai Meninting

Sabtu, 15 Februari 2025 - 17:33 WITA

Kearifan Lokal Suku Sasak: Berbagi, Bermain, dan Berumah Tangga

Berita Terbaru

Apa yang mereka lakukan berangkat dari kesadaran sebagai manusia biasa  (Foto: ist)

AGENDA SOSIAL

Seni sebagai Kesaksian Zaman: Solidaritas dari Mataram untuk Sumatera

Selasa, 23 Des 2025 - 01:12 WITA

The Last Fruit mengandung metafora yang kuat. Ia terdengar sederhana, tetapi sekaligus menggetarkan (Foto: bp)

TOKOH & INSPIRASI

Buah Terakhir dari Hutan yang Terkoyak

Senin, 22 Des 2025 - 20:32 WITA

Karya-karya Pak Kisid (kanan) hadir sebagai penanda bahwa seni tidak hanya berbicara tentang bentuk dan warna, tetapi juga tentang nilai dan tanggung jawab.(Foto: ist)

TOKOH & INSPIRASI

I Nengah Kisid: Melukis sebagai Jalan Membaca, Mendengar, dan Melakukan

Senin, 22 Des 2025 - 18:32 WITA

Dari Sumbawa, sebuah gagasan sedang dirajut: bahwa masa depan literasi daerah tidak harus gemerlap, tetapi harus berakar (foto: NR)

KEARIFAN LOKAL

Menggagas Perpustakaan Tematik: Jalan Sunyi Literasi dari Tana Samawa

Senin, 22 Des 2025 - 16:54 WITA

Dipsy Do tergolong band baru, lahir dari jam-jam sepulang kerja (Foto: Konser Lombok)

MUSIC & SHOW BIZZ

Dipsy Do di Soundrenaline 2025: Dari Mataram ke Pusat Hiruk-Pikuk Modernitas

Senin, 22 Des 2025 - 15:50 WITA