Tubuh, pada hakikatnya adalah gambaran individualitas yang terbatas pada kebutuhan maupun keinginan yang harus dipenuhinya. Tapi ketika individualitas mulai masuk dalam lingkaran yang lebih besar yang bernama sosialitas, maka tubuh mulai mengenal apa yang disebut sebagai kompleksitas hasrat dimana seseorang sudah mulai mengalami desakan kebutuhan di luar apa yang menjadi kebutuhannya. Rasa haus dan lapar, yang semula untuk
memenuhinya cukup dengan apa yang dibutuhkan tubuh, akan segera berubah ketika lingkungan sosial mulai mempengaruhi dengan membuat godaan pada pikiran dan perasaan.
Itu yang terjadi pada rata-rata individu ketika sudah mulai berinteraksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial yang semakin berkembang dan meluas telah merubah orientasi rasa setiap orang. Konsep kebutuhan yang semula sederhana telah digantikan oleh keinginan yang ditanamkan oleh budaya konsumerisme, membuat panca indera kehilangan kendali diri karena terus-menerus diserang oleh visualisasi iklan makanan dan minuman. Rasa lapar dan haus tidak lagi timbul karena kebutuhan yang dirasakan tubuh, melainkan karena keinginan yang diciptakan oleh lingkungan sosial. Dan panca indera adalah target yang paling utama untuk membuat godaan sosial itu sulit dielakkan.
Dalam situasi seperti tergambar di atas, puasa tak pelak menjadi solusi yang efektif untuk membebaskan diri dari godaan, baik yang berasal dari dalam diri maupun dari luar (sosial). Puasa mengajarkan kepada mereka yang menjalaninya untuk bisa mengendalikan diri, untuk menempatkan kebutuhan fisik di atas keinginan duniawi yang sementara. Karena sesungguhnya rasa haus dan lapar itu memiliki durasi yang pasti dan bisa diatasi dengan kesabaran.
Tapi mengapa kita sering kali gagal dan menyerah pada godaan yang muncul dari lingkungan sosial kita? Jawabannya memang tidak tunggal, tapi satu diantaranya karena lemahnya keyakinan akan kekuatan puasa bisa melawan rayuan maupun godaan sosial. Juga, tidak yakinnya bahwa puasa itu bisa menjaga keseimbangan tubuh. Sebagai ibadah yang bertumpu pada kuatnya keyakinan, puasa akan selalu menjadi “kesulitan” bagi yang ragu-ragu apalagi tak memiliki keyakinan. Sebaliknya, puasa akan menjadi ritual yang menakjubkan ketika tubuh, sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari, ternyata tak memiliki masalah tanpa asupan seperti biasanya. Bahkan, tubuh justru menjadi ringan dan beraura. Ya puasalah yang membuat kemenakjuban tubuh menjadi nyata.
Puasa adalah metode terbaik untuk membuat yang menjalaninya tahu bagaimana menjaga keseimbangan tubuh dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya pada ketetapan waktu yang berkepastian. Puasa menjadi pembelajaran yang tak pernah berhenti bila mengingat nafsu juga tak pernah berjeda menggoda manusia.
Semoga kita semua termasuk dalam kaum yang mengerti akan kebaikan yang terkandung dalam ibadah puasa. Semoga puasa tidak hanya membantu kita mengatasi godaan dan memperkuat jiwa, tetapi juga membimbing kita untuk hidup dalam keseimbangan jiwa dan raga. Insyaallah.**