CARAKEN.ID – Warisan budaya Indonesia tidak terlepas dari pengaruh budaya Tionghoa yang telah memberikan kontribusi besar dalam membentuk keragaman budaya Nusantara. Pengaruh ini terus berlanjut hingga kini, memperkaya berbagai aspek kehidupan, mulai dari seni, sastra, hingga kuliner.
“Interaksi budaya Tionghoa telah memberikan kontribusi besar dalam memperkaya warisan budaya Indonesia,” ujar Fadli Zon, Menteri Kebudayaan RI, dalam pembukaan pameran Kongsi: Akulturasi Tionghoa di Nusantara di Museum Nasional, Jakarta, seperti dikutip dari ANTARA.
Fadli menjelaskan bahwa kebudayaan Indonesia, yang terbentang dari Sabang hingga Merauke, telah mengalami akulturasi dengan berbagai peradaban dunia, termasuk Tiongkok, India, Timur Tengah, Eropa, hingga Amerika. Salah satu bentuk nyata dari interaksi budaya ini dapat dilihat dalam dunia sastra. Jika sebelumnya para penyair Nusantara menulis di daun lontar atau kulit pohon, kehadiran kertas yang dibawa pedagang Tionghoa membawa perkembangan dalam metode penulisan.
Dari sisi fesyen, akulturasi budaya menghasilkan inovasi dalam motif batik dan pakaian tradisional. Beberapa contoh nyata adalah kebaya encim, kerah shanghai, dan baju koko, yang merupakan perpaduan budaya lokal dengan pengaruh Tionghoa.
Dalam bidang kuliner, akulturasi ini semakin terasa dengan hadirnya berbagai hidangan khas seperti bakmi, teh, lumpia, dan bakso, yang kini telah menjadi bagian dari identitas kuliner Indonesia. Hidangan-hidangan tersebut telah beradaptasi dengan cita rasa lokal, menciptakan variasi baru yang semakin memperkaya kuliner Nusantara.
Fadli menambahkan bahwa sejak era Sriwijaya dan Majapahit, Nusantara telah menjadi pusat pertemuan berbagai budaya. Warisan peranakan yang terus berkembang hingga saat ini menjadi bukti nyata dari dinamika akulturasi yang kaya.
Selain pengaruh Tionghoa, banyak tradisi di Indonesia juga menunjukkan percampuran budaya dari berbagai bangsa. Musik Gambus, misalnya, berasal dari Timur Tengah tetapi telah berpadu dengan unsur lokal menjadi kesenian khas Melayu. Begitu pula dengan Wayang Potehi, yang berakar dari budaya Tionghoa tetapi telah mengalami adaptasi sesuai dengan karakter dan cerita khas Indonesia.
Dengan latar belakang tersebut, Fadli menekankan pentingnya melestarikan dan mengenali warisan budaya yang telah terbentuk. Ia mengajak masyarakat untuk lebih mengenal sejarah dan budaya melalui kunjungan ke museum agar nilai-nilai budaya tidak pudar dan tetap menjadi bagian dari identitas bangsa.***