CERAKEN.ID– Sejarah mencatat Raden Melaya Kusuma sebagai salah satu tokoh penting dalam perundingan antara Sasak, Belanda, dan Kerajaan Mataram-Lombok pada akhir abad ke-19.
Berbeda dengan para pemimpin Sasak lainnya, ia tampil dengan gaya yang lebih modern, mengenakan songkok dan pakaian seperti baju koko, sebagaimana tergambar dalam foto Dr. C.J. Neeb dalam buku Naar Lombok (1897).
Peran dalam Sejarah Perang Lombok
Dalam periode 1891-1894, Raden Melaya Kusuma menjadi salah satu bangsawan yang menandatangani surat kepada Belanda. Namun, mengapa Masbagik mengambil langkah ini, sementara wilayah lain seperti Pancor dan Kelayu jelas menolak? Jawaban atas pertanyaan ini masih menjadi misteri yang terus diteliti oleh para sejarawan.
Silsilah keluarga menunjukkan bahwa Raden Melaya Kusuma lahir dengan nama Raden Sapok, putra dari Raden Djayang II. Ia memiliki hubungan keluarga dengan tokoh-tokoh penting seperti Raden Ratmawa dari Rarang, Raden Jeneng dari Dasan Lekong, dan Raden Anji.
Babad Sakra menyebut Masbagik sebagai salah satu desa yang dimuliakan oleh Raja, tetapi keterlibatannya dalam negosiasi dengan Belanda tetap menjadi perdebatan. Fakta menarik lainnya adalah kehadiran Syekh Abdad, seorang agen Belanda yang ditangkap di Masbagik pada 9 Juni 1893, yang semakin memperlihatkan kompleksitas politik saat itu.
Sang Negosiator Perang
Dalam buku Lombok: Conquest, Colonization and Underdevelopment, 1870-1940 karya Alfons van der Kraan, nama Raden Melaya Kusuma disebut sebanyak 11 kali. Salah satu perannya yang signifikan adalah saat ia ditemui oleh Controleur Liefrinck pada 26 Februari 1894 dalam misi investigasi Belanda di Lombok Timur. Bersama Mami Kertawang dan Raden Wiranom, ia berperan dalam menyalurkan bantuan pangan kepada rakyat yang terdampak perang.
Perannya semakin terlihat dalam pertemuan kedua dengan Liefrinck di Dasan Lekong pada 24 Juni 1894, serta dalam perundingan tripartit pada Agustus 1894 antara Kerajaan Mataram-Lombok, Belanda, dan para pemimpin Sasak. Saat itu, ia mewakili Sasak bersama Raden Sribanom dari Rarang dan Mami Mustiaji dari Kopang.
Perundingan ini sempat membawa harapan damai, dengan rencana pembayaran ganti rugi oleh Raja dan pemberlakuan hukuman bagi AA Made. Namun, serangan mendadak terhadap Jenderal Van Ham akhirnya membelokkan jalannya sejarah, membawa Lombok ke dalam konflik besar dengan Belanda.
Warisan Seorang Diplomat
Dari berbagai perundingan yang ia hadiri, jelas bahwa Raden Melaya Kusuma adalah seorang negosiator ulung. Di tengah gejolak perang, ia menjadi perwakilan yang dipercaya dalam diplomasi tingkat tinggi.
Sejarah mencatatnya bukan hanya sebagai seorang bangsawan, tetapi juga sebagai Sang Negosiator Perang, yang perannya dalam upaya perdamaian di Lombok masih menjadi bahan kajian hingga kini.***