Resonansi: Getaran Seni Rupa Mandalika Menyambut HUT NTB ke-67

Senin, 15 Desember 2025 - 11:27 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pameran ini dibuka untuk publik mulai besok 16 Desember hingga 30 Desember 2025 (Foto: ist)

Pameran ini dibuka untuk publik mulai besok 16 Desember hingga 30 Desember 2025 (Foto: ist)

Catatan Agus K Saputra

CERAKEN.ID- Dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) ke-67, Mandalika Art Community (MAC) menghadirkan Pameran Seni Rupa bertajuk “Resonansi” di Galeri Taman Budaya Provinsi NTB. Pameran ini dibuka untuk publik mulai besok 16 Desember hingga 30 Desember 2025, menjadi bagian dari denyut pesta seni yang mengiringi perayaan hari jadi daerah yang jatuh  pada 17 Desember 2025.

“Resonansi” bukan sekadar penamaan tematik. Ia berangkat dari kesadaran bahwa setiap seniman memiliki suara, getaran, dan pengalaman hidup yang berbeda-beda—tentang tanah tempat ia tumbuh, budaya yang membentuk karakternya, serta zaman yang terus bergerak dan menuntut pembacaan ulang.

Di ruang pamer ini, suara-suara personal itu dipertemukan, saling menyapa, bahkan bertabrakan, lalu memantul menjadi satu frekuensi bersama: wajah seni rupa NTB hari ini.

Ketua Mandalika Art Community, Lalu Syaukani, menjelaskan bahwa pameran ini merupakan ekspresi kolektif para perupa MAC dalam merespons realitas dari ruang paling intim mereka: studio dan ruang privat berkarya.

“Pameran bertajuk Resonansi ini hadir dari keyakinan kami yang sangat sederhana tetapi kuat. Kami merespon suara maupun getaran dari ruang studio para perupa, lalu menimbulkan frekuensi yang saling bertautan dan membentuk resonansi bersama,” ujarnya.

Menurut Syaukani, Resonansi tidak hanya dimaknai sebagai tema, melainkan sebagai cara membaca dunia. Seni rupa, dalam pandangan MAC, adalah medium untuk merespons realitas sosial, budaya, lingkungan, hingga spiritual. Karena itu, karya-karya yang dipamerkan tidak berdiri sebagai objek estetika semata, melainkan sebagai penanda dialog antara seniman dengan zamannya.

Baca Juga :  Lakon Borka: Proses Bertumbuh dari Ruang Bawah Tanah

Lebih jauh, pameran ini juga menegaskan peran MAC dalam membangun ekosistem seni rupa di Mataram dan NTB secara lebih luas.

“Ini adalah kontribusi kami untuk membangun, mengangkat, dan mengharumkan nama daerah, khususnya di bidang seni rupa. Harapan kami, karya-karya perupa daerah dapat diapresiasi dan berbicara di level nasional maupun internasional,” kata Syaukani.

Ia menyebut visi besar yang hendak dituju selaras dengan semangat daerah: NTB Makmur Mendunia.

Namun, di balik optimisme tersebut, MAC juga menyuarakan kebutuhan akan dukungan yang lebih serius dari pemerintah daerah. Seni rupa, menurut Syaukani, harus diakui sebagai potensi dan kekuatan budaya yang memiliki nilai intelektual, ekonomi, dan sosial.

Tanpa pengakuan dan dukungan kebijakan yang memadai, denyut kreatif para perupa kerap berjalan dengan daya tahan yang terbatas.

Baca Juga :  Dinamika Musik Tradisi Gula Gending Kembang Kerang: Dulu, Kini, dan Akan Datang

Apresiasi pun disampaikan kepada para perupa yang tergabung dalam MAC. Mereka berkarya dengan tekad kuat dan panggilan jiwa, sering kali di tengah keterbatasan fasilitas.

Meski demikian, karya-karya yang dihadirkan tetap menunjukkan daya jelajah artistik yang matang dan keberanian bereksplorasi. Konsistensi inilah yang, menurut MAC, selalu diupayakan hadir dalam setiap pameran tahunan mereka.

Mereka berkarya dengan tekad kuat dan panggilan jiwa, sering kali di tengah keterbatasan fasilitas (Foto: ist)

Pameran “Resonansi” menampilkan karya-karya dari Agus Setiadi, Ahmad Saifi P, Bambang Prasetya, Dery Firmansyah, Fauzi Arizona, Furqon, Lalu Syaukani, Muhammad Zain, Muhzar, Tia Sofiana, Artha Kusuma, I G. Lingsartha P, I Nengah Kisid, Wang Arzaky, dan Ahmad Junaidi. Kurasi pameran dipercayakan kepada Sasih Gunalan, yang merangkai keberagaman ekspresi tersebut dalam satu alur dialog visual yang saling berkelindan.

Melalui “Resonansi”, Mandalika Art Community tidak hanya merayakan ulang tahun NTB, tetapi juga menegaskan bahwa seni rupa adalah ruang refleksi dan proyeksi masa depan.

Di antara dinding Galeri Taman Budaya NTB, getaran-getaran personal para perupa berpadu, membentuk suara kolektif yang menandai perjalanan seni rupa daerah—terus bergerak, berkembang, dan mencari gaungnya di dunia yang lebih luas.

Penulis : Aks

Editor : Ceraken Editor

Sumber Berita : Liputan

Berita Terkait

Dari Benang ke Panggung Budaya: Gelar Wastra Dekranasda NTB Hidupkan Tenun Dua Pulau
Kembalinya Senyum Dewi Rengganis: Wayang Sasak Menjaga Wastra dan Ingatan Budaya
“Melet Bedait”: Ratapan Lama dalam Napas Baru Lombok Ethno Fusion
Resonansi yang Menyatu: Pameran Perdana Mandalika Art Community di Taman Budaya NTB
Kongso Sukoco: Kesetiaan yang Melawan Ekosistem
Menjadikan Kebudayaan sebagai Isu Utama
Simposium Kebijakan Kebudayaan Warnai Rangkaian Festival Teater Indonesia 2025 di NTB
Lakon Borka 2025: Adaptasi “Belfegor” Karya Kiki Sulistyo

Berita Terkait

Sabtu, 20 Desember 2025 - 12:10 WITA

Kembalinya Senyum Dewi Rengganis: Wayang Sasak Menjaga Wastra dan Ingatan Budaya

Sabtu, 20 Desember 2025 - 09:25 WITA

“Melet Bedait”: Ratapan Lama dalam Napas Baru Lombok Ethno Fusion

Rabu, 17 Desember 2025 - 08:19 WITA

Resonansi yang Menyatu: Pameran Perdana Mandalika Art Community di Taman Budaya NTB

Senin, 15 Desember 2025 - 11:27 WITA

Resonansi: Getaran Seni Rupa Mandalika Menyambut HUT NTB ke-67

Minggu, 14 Desember 2025 - 20:17 WITA

Kongso Sukoco: Kesetiaan yang Melawan Ekosistem

Berita Terbaru

Apa yang mereka lakukan berangkat dari kesadaran sebagai manusia biasa  (Foto: ist)

AGENDA SOSIAL

Seni sebagai Kesaksian Zaman: Solidaritas dari Mataram untuk Sumatera

Selasa, 23 Des 2025 - 01:12 WITA

The Last Fruit mengandung metafora yang kuat. Ia terdengar sederhana, tetapi sekaligus menggetarkan (Foto: bp)

TOKOH & INSPIRASI

Buah Terakhir dari Hutan yang Terkoyak

Senin, 22 Des 2025 - 20:32 WITA

Karya-karya Pak Kisid (kanan) hadir sebagai penanda bahwa seni tidak hanya berbicara tentang bentuk dan warna, tetapi juga tentang nilai dan tanggung jawab.(Foto: ist)

TOKOH & INSPIRASI

I Nengah Kisid: Melukis sebagai Jalan Membaca, Mendengar, dan Melakukan

Senin, 22 Des 2025 - 18:32 WITA

Dari Sumbawa, sebuah gagasan sedang dirajut: bahwa masa depan literasi daerah tidak harus gemerlap, tetapi harus berakar (foto: NR)

KEARIFAN LOKAL

Menggagas Perpustakaan Tematik: Jalan Sunyi Literasi dari Tana Samawa

Senin, 22 Des 2025 - 16:54 WITA

Dipsy Do tergolong band baru, lahir dari jam-jam sepulang kerja (Foto: Konser Lombok)

MUSIC & SHOW BIZZ

Dipsy Do di Soundrenaline 2025: Dari Mataram ke Pusat Hiruk-Pikuk Modernitas

Senin, 22 Des 2025 - 15:50 WITA