Pada akhir Zaman Es sekitar 18.000-20.000 tahun yang lalu di Asia Tenggara terdapat sebuah benua yang dikenal dengan “Sundalandia” atau disebut juga Paparan Sunda. Hal ini dibahas oleh Stephen Oppenheimer (1998) dalam karyanya “Eden in The East:The Drowned Continent of Southeast Asia”. Benua Sundalandia tersebut luasnya adalah 2 (dua) kali India dimana wilayahnya meliputi Indo-Cina, Semenanjung Malaya, dan Indonesia.
Dalam pada itu, bagian dari Indonesia yang menjadi wilayah Sundalandia yakni Pulau Sumatera, Pulau Jawa, dan Pulau Kalimantan. Pada waktu itu, ketiga pulau tersebut tidaklah terpisah seperti sekarang, tetapi menyatu sebagai daratan yang menjadi bagian dari wilayah Sundalandia.
Dahulu Laut Cina Selatan, Teluk Thailand dan Laut Jawa bukanlah berupa laut seperti sekarang, melainkan daratan yang merupakan bagian dari wialyah daratan Sundalandia. Tidak hanya Pulau Sumatera, Pulau Jawa, dan Pulau Kalimantan yang menjadi bagian dari wilayah Sundalandia, tetapi juga Pulau Bali. Menurut Den Tex (2011) dahulu Pulau Bali menyatu dengan Pulau Jawa dan Pulau Kalimantan membentuk daratan yang menjadi wilayah Sundalandia. Keberadaan ikan kurau air tawar menjadi bukti bahwa dahulunya Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan pernah menyatu menjadi bagian dari wilayah Sundalandia (Irwanto, 2017).
Dahulu, ikan kurau air tawar pernah berkembang dalam sistem sungai Sundalandia purba yang disebut “Sungai Sunda Utara”, jenis ikan kurau air tawar ini sekarang terdapat di sungai Kapuas di Pulau Kalimantan serta di sungai Musi dan sungai Batanghari di Pulau Sumatera.
Kapan tenggelamnya benua Sundalandia?
Menurut Stephen Oppenheimer (1998) bahwa pasca berakhirnya Zaman Es sekitar 7.500-8.000 tahun yang lalu bagian dari benua Sundalandia, seluas India, tenggelam akibat kenaikan permukaan laut yang mencapai 120 meter lebih. Dalam pada itu, kenaikan permukaan air laut tersebut disebabkan oleh mencairnya lapisan es di Amerika Utara dan Antartika (Irwanto,2017).
Dengan tenggelamnya benua Sundalandia kemudian terbentuklah Laut Cina Selatan, Teluk Thailand, dan Laut Jawa. Tenggelamnya benua Sundalandia menyebabkan empat pulau yang semula menyatu sebagai daratan yakni Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, dan Pulau Bali kemudian menjadi terpisah seperti sekarang ini. Sebagaimana dikemukakan oleh Stephen Oppenheimer (1998) tenggelamnya benua Sundalandia menyebabkan penduduknya bermigrasi ke arah selatan (Australia), ke timur (Pasifik), ke barat (India), dan ke utara (Asia). Ketika bermigrasi penduduk Sundalandia juga membawa hewan dan tumbuh-tumbuhan dalam perahu mereka.
Disisi lain, Yusep Rafiqi (2015) menyatakan bahwa Sundalandia merupakan negerinya Nabi Nuh. Artinya, ketika benua Sundalandia tenggelam dan penduduknya bermigrasi tentu ada diantara mereka yang terdampar di Pulau Lombok. Hal ini menurut Lalu Gde Suparman (1994) disebutkan dalam “Babad Lombok” bahwa diantara pengikut Nabi Nuh ada sepasang umat Nabi Nuh yang hanyut dan terdampar di Pulau Lombok yakni di pantai utara Bayan. Kemudian mereka turun gunung dan membuat desa di Bayan. Tatkala penduduk Bayan bertambah banyak mereka pindah ke Lekong Borok dan mendirikan Desa Laek. Penduduk Desa Laek tersebut kemudian mendirikan sebuah kerajaan yang disebut Kerajaan Pamatan. (*)