Perasaan dan pikiran bukanlah hal yang statis dalam diri manusia, melainkan sisi yang amat dinamis mengikuti pergerakan waktu. Kedua hal tersebut, yakni perasaan dan pikiran, memiliki keterkaitan yang kuat dan saling mempengaruhi satu sama lain. Transformasi dengan segera bisa terjadi dari perasaan tertekan menjadi kelegaan dan optimisme, sementara pikiran yang awalnya kerdil bisa menjadi bijak dan penuh wawasan. Semua itu tidak lain adalah buah dari kesungguhan usaha individu untuk mengubah dirinya menjadi lebih baik.
Perasaan tidak bisa dipisahkan dari pikiran, begitu pula sebaliknya. Keduanya bisa saling menguatkan, tapi bisa juga melemahkan. Emosionalitas seringkali dipicu oleh faktor eksternal seperti kabar, informasi, atau fakta yang dapat mempengaruhi suasana hati seseorang. Sebaliknya, rasionalitas memerlukan kesadaran diri untuk mengembangkan pemikiran, meningkatkan wawasan, dan memenuhi kebutuhan intelektualitas. Kedua contoh di atas menunjukkan bagaimana faktor internal maupun eksternal dapat mempengaruhi individu.
Dalam kesadaran diri yang optimal, setiap orang akan merasa dirinya perlu untuk terus berkembang menjadi pribadi yang lebih baik. Mereka menghargai integritas dan memilih sikap yang tepat dalam berbagai situasi. Misalnya, kesabaran menjadi penting ketika dihadapkan pada perilaku negatif. Diam dengan bijak dapat menjadi cara terbaik untuk melatih kesabaran, menghindari diri untuk terperangkap dalam kebiasaan negatif, dan menghindari pengungkapan prasangka yang tidak produktif.
Sikap dan cara untuk menghindari jebakan prasangka serta kesembronoan dalam pengutaraan pikiran menjadi hal penting yang perlu dipertimbangkan oleh individu yang memiliki kesabaran. Begitu juga dengan pemanfaatan atas nikmat pikiran dan perasaan; apakah kita menggunakan semuanya secara berteraturan sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Sang Pencipta? Pikiran dan perasaan manusia seringkali menjadi pusat keinginan dan hasrat yang terus menerus bergejolak.
Kenyataannya, manusia tidak akan mampu mengatasi dan mengendalikan dirinya sendiri yang penuh dengan keanekaragaman hasrat dan keinginan tanpa bantuan kemudahan yang luar biasa dari Yang Maha Kuasa. Puasa, sebagai ikhtiar untuk mewujudkan kebiasaan diri menjalani ketaatan, merupakan salah satu cara yang dipilih individu untuk lebih terlatih dalam mengendalikan diri. Melalui puasa dengan cara benar, sensitivitas terhadap moralitas meningkat, dan individu dapat lebih mudah membedakan mana yang baik dan buruk. Ketaatan dalam menjalankan puasa dengan benar akan membawa individu pada tingkat kesadaran yang lebih tinggi, memungkinkan mereka mendengarkan bisikan hati tentang apa yang baik dan buruk. Prasangka, sebagai sumber tindakan yang tidak produktif, harus terus disingkirkan dengan ikhtiar kebaikan sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi. Semoga hari ini ini kita bisa menjalankan ibadah puasa secara lebih baik. Insyaallah.**
Penulis : Cukup Wibowo