Tubuh manusia adalah anugerah luar biasa yang dilengkapi dengan panca indera yang menakjubkan untuk masing-masing fungsinya. Setiap indera memberikan nikmat yang khas, tetapi yang membuat manusia benar-benar istimewa adalah dua kenikmatan yang berpadu padan, yakni emosionalitas dan rasionalitas. Inilah yang membuat manusia unik di antara makhluk hidup lainnya.
Emosi adalah kekuatan batin yang memengaruhi cara kita merasakan dunia di sekitar kita. Seperti sebuah taman bunga yang indah, emosi memperkaya pengalaman hidup kita dengan ragam warna yang memberi kekayaan komposisi. Saat kita merasa gembira, kita mampu menghasilkan karya yang memuaskan. Melalui kekuatan emosi, kita juga mampu merespon dunia dengan kepekaan yang mendalam, memungkinkan kita untuk mendeteksi ketidakbenaran yang bakal terjadi.
Di sisi lain, pikiran sebagai laboratorium kreativitas memungkinkan kita untuk membentuk konsep-konsep baru, memecahkan masalah, dan membuat keputusan yang cerdas. Dengan pikiran yang tajam, kita dapat merancang solusi untuk tantangan yang lebih kompleks dan membuat keputusan yang berefek untuk menjadi keputusan pihak lain.
Namun begitu, nikmat ini menjadi sebuah tantangan ketika kita gagal mengelolanya dengan baik. Dalam perenungan pikiran, kita bisa memproduksi gagasan baik atau sebaliknya, buruk. Gagasan baik memiliki arah yang jelas dan dapat dirasakan manfaatnya, sementara gagasan buruk sering kali menyamar dengan baik di awalnya, tapi kemudian mengecoh dengan tabir kepalsuan yang menarik.
Tuhan telah memberikan kita petunjuk melalui waktu yang terus berjalan. Waktu mengandung dua sisi, kemanfaatan dan kemudaratan, yang beriringan setiap saat. Meskipun antara kebaikan dan keburukan terkadang tampak sama, namun sesungguhnya sejak awal masing-masing dari keduanya berbeda. Keberhasilan kebaikan tidak memerlukan strategi yang rumit karena kebaikan akan menjelaskan sendiri kemanfaatan yang dikandungnya, sementara keburukan membutuhkan upaya atau siasat untuk menyembunyikan dirinya di balik artifisialisasi yang menarik.
Dalam interaksi sosial, lontaran yang mengandung pujian atau kritik sama-sama penting. Disebut penting karena pujian bisa memberikan pengakuan atas tindakan yang baik, sementara kritik pada sisi positifnya, bisa membantu kita untuk merevisi kekurangan agar bisa tumbuh dan berkembang lebih baik. Namun, tak sedikit dari kita yang sering salah dalam memahami kritik dan menganggapnya sebagai penilaian negatif terlebih ketika kritik terlontar tanpa solusi yang konstruktif.
Puasa Ramadan adalah sebuah preferensi atas kesadaran. Ini adalah upaya untuk mengatur kembali pikiran dan perasaan kita, memilih untuk fokus pada kebaikan atau membiarkan diri masuk dalam jebakan godaan yang membawa kita pada keburukan. Dengan mempraktekkan puasa dengan benar sesuai tuntunan, kita seperti sedang merawat pikiran untuk lebih sehat dan bisa memberikan manfaat pada orang banyak. Dan itu akan membuat hidup kita makin bermakna dan bernilai. Insyaallah.**
Penulis : Cukup Wibowo