Pelaksanaan Pilkada 2024 tinggal beberapa bulan lagi tetapi para pendukung salah satu calon bupati atau bahkan calon bupati terutama di Lombok Timur terkadang lebih banyak berbau kontroversi dan konspirasi serta menyesatkan dibanding suatu narasi yang dapat diterima oleh akal sehat. Tetapi sayangnya, narasi yang menyesatkan dan penuh konspirasi itulah yang lebih banyak diterima dan dibicarakan ditengah masyarakat.
Fenomena-fenomena baru pun bermunculan dibalik maraknya para politisi serta tim sukses calon tertentu dalam mengeluarkan narasi sesat tersebut. Salah satunya adalah fenomena Cocoklogi.
Sebenarnya istilah “cocoklogi” bukanlah suatu istilah yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik, tetapi hanya sebuah istilah pelesetan dari beberapa cabang keilmuan dengan menggunakan kata “logi” yang berasal dari kata logos yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi secara mendasar cocoklogi dapat diartikan ilmu untuk mencocokkan sesuatu.
Cocoklogi biasanya diartikan sebagai suatu cara untuk mengaitkan sesuatu baik itu informasi, peristiwa, simbol, serta fakta untuk mencari kebenaran tetapi tanpa menggunakan dasar keilmuan yang jelas. Maka dari itu biasanya cocoklogi hanya digunakan untuk suatu candaan saja.
Dalam pemililihan presiden di Indonesia pun kadang cocologi sering digunakan untuk membaca prediksi masa depan atas siapa yang terpilih memimpin Indonesia, seperti ramalan Jayabaya Notonegoro.
Ramalan Jayabaya Notonegoro diambil dari buku karangan Sunan Giri Prapen dan Pangeran Wijil I, tokoh Kerajaan Demak abad 16 Masehi.
Lalu apa arti Notonegoro?
Notonegoro berasal dari lima suku kata yang masing-masing punya arti tersendiri. Pertama “No” kependekan dari Noto yang artinya mengatur.
Kedua “To” kependekan dari “Toto” yang artinya benar atau tepat. Ketiga “Ne” singkatan dari Nego yang artinya negara atau bangsa. Keempat “Go” kependekan dari Goro yang artinya kerja atau usaha. Kelima “Ro” singkatan dari Roro yang artinya perempuan.
Maka dari itu, Notonegoro diartikan sebagai orang yang mengatur negara dengan benar, penuh kerja keras, dan didampingi perempuan.
Banyak orang kemudian mencocokkan ramalan sosok Notonegoro dengan pemimpin Indonesia sejak era kemerdekaan, semisalnya SoekarNO, SoeharTO, walaupun pada akhirnya nama Presiden RI hanya cocok dengan Soekarno dan Soeharto.
Tetapi beberapa Presiden selanjutnya tak ada nama yang mengandung kata Notonegoro secara utuh. Hanya saja dianggap mereka punya kesamaan dan keterkaitan di antaranya semuanya berasal dari Jawa, pusat peradaban Indonesia sejak era Majahapit.
Jadi ramalan Jayabaya Notonegoro tidak dapat dipastikan kebenarannya secara ilmiah. Ramalan ini tak bisa dijadikan pegangan, karena dapat ditafsirkan oleh siapa saja sesuai sudut pandang atau kepentingan masing-masing.
Bagaimana Cocoklogi di Pilkada Lombok Timur ?
Sebagian masyarakat Lombok Timur juga masih mencocokkan calon bupati dengan mengambil dari awal nama para bupati yang pernah memimpin daerah ini, atau mungkin mencocokkan dengan peristiwa dan tempat asal sang bupati.
Salah seorang kepala desa di Kecamatan Suralaga memprediksi bahwa jika ingin melihat bupati terpilih dimasa datang lihatlah huruf awal dari para bupati yang pernah memimpin Lombok Timur.
Diceritakannya para bupati sebelum’- sebelumnya hurup awal namanya M, R, S, A dan menyebut satu persatu namanya seperti Muslihin, Rahadi Tjipto Wardoyo, Roesdi, Saparwadi, Abdul Kadir, Sadir, Sahdan, Ali BD dan Sukiman Azmi.
Ada juga orang mencocokkan dengan peristiwa dan asal bupati, dan menyebut bahwa para bupati Lombok Timur berasal dari ASN/ TNI, dan berasal dari 2 Desa di Lombok Timur Kelayu dan Rumbuk
Fakta yang terjadi memang ada kecocokan tetapi hoaks ,suatu kejadian atau peristiwa yang benar-benar ada, tetapi peristiwa tersebut telah dimanipulasi kebenarannya.
Fenomena cocoklogi yang dilakukan oknum masyarakat atau politisi banyak mengaitkan suatu peristiwa ataupun informasi yang memang ada tetapi disimpulkan berdasarkan logika sesat yang dibangunnya dengan tujuan untuk politik
Akibatnya narasi yang disertai dengan logika sesat tersebut sampai ke telinga masyarakat dan bisa saja diterima mentah-mentah oleh masyarakat awam dan akhirnya justru merugikan masyarakat itu sendiri
Pola pikir cocoklogi dapat menyebabkan penarikan kesimpulan yang tidak tepat bahkan salah sehingga menjadi penghalang bagi sebuah pembelajaran yang efektif. Pendapat yang diperkuat dengan ilmu cocoklogi bisa jadi menjerumuskan orang lain pada pemahaman yang keliru.***