Bang Zul Dibenci, Bang Zul Dirindukan

Senin, 29 April 2024 - 08:44 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Bang Zulkfliemansyah Gubernur NTB Periode 2018 – 2023, adalah sosok fenomenal dijagat perpolitikkan Nusa Tenggara Barat, dia politisi yang sederhana tetapi humble  melakukan persahabatan dengan siapa pun, dia tidak pernah  letih melakukan perjumpaan dengan masyarakat, bahkan tempat terpelosok pun dikunjungi oleh Bang Zul, kadang juga harus menginap di rumah penduduk.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai gubernur NTB, Zulkieflimansyah tetap dekat dengan masyarakat. Status sebagai mantan gubernur ternyata tak mengubah semangat pengabdiannya untuk selalu melayani harapan dan permintaan masyarakat. “Memenuhi undangan masyarakat untuk silaturahmi. Insya Allah saya selalu sempatkan hadir,” kata Bang Zul.

Selama menjabat sebagai gubernur NTB, Bang Zul memang lebih banyak turun ke masyarakat. Bahkan para pejabat organisasi perangkat daerah juga diajak untuk selalu ikut menemui masyarakat.

Bang Zul tetap membuktikan diri bahwa bertemu dengan masyarakat tidak saja saat ada kepentingan, misalnya saat pilkada. Karena dengan bertemu masyarakat secara langsung, apa yang diinginkan dan diharapkan masyarakat bisa diketahui dengan cepat.

Bahkan Bang Zul juga terlihat sering bersama Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi. Seperti saat perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Pancor dan beberapa kali olahraga bersama.

Bahkan terbaru Zulkieflimansyah kembali membuat heboh dengan unggahan di Facebook pribadinya jelang Pilkada NTB 2024, dalam unggahan tersebut, tampak Zulkieflimansyah mengunggah 3 foto bersama TGB Zainul Majdi dengan pose dua jari.

Bang Zul itu juga membuat caption dengan menyinggung soal Pilkada NTB 2024 terkait deklarasi Zul-Rohmi jilid II, pernyataan Bang Zul soal deklarasi tersebut menuai pro dan kontra bahkan dianggap sepihak dan tidak bertanggungjawab karena belum adanya validasi dari TGB Zainul Majdi ataupun dari Sitti Rohmi Djalilah.

Bahkan unggahan Bang Zul tersebut membuat kader Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) angkat bicara, Sekretaris PB NWDI H Irzani menjelaskan, TGB Zainul Majdi adalah tokoh kunci melihat 3 periode ke belakang di Pilkada NTB.

Dikatakannya, TGB Zainul Majdi adalah tunggal dan simbol di internal NWDI. Namun menurut H Irzani, TGB Zainul Majdi pasti akan mendengar aspirasi pengurus ranting, cabang, anak cabang, daerah dan wilayah terkait siapa calon gubernur dan calon wakil gubernur NTB 2024.

Dan minggu ini tak kalah hebohnya lagi ketika Bang Zul harus hadir di Pengadilan Negeri Mataram sebagai saksi pencemaran nama baik atas tuduhan perselingkuhan dengan istri orang,

Baca Juga :  Menjadikan Manajemen Risiko Nafas Baru Pemerintahan Daerah

Dalam kesaksiannya Zul mengaku kaget ketika terdakwa Joni menyerangnya secara personal menggunakan akun Facebook Pimred Pusaranntb

“Sebenarnya kalau yang bersangkutan meminta maaf, kami akan maafkan. Tetapi tidak pernah (minta maaf),” kata Bang Zul

Upaya upaya menjatuhkan lawan dalam setiap kontestasi elektoral adalah hal biasa tetapi menjatuhkan martabat orang dengan menyerang  personal tidak bisa di terima oleh siapa pun.

Belum lagi isu primodial yang sulit dihilangkan setiap jelang Pilkada di NTB, jika kita berbicara tentang  ke – NTB -an  maka semua etnis atau suku punya hak sama dalam politik, tak bisa karna merasa mayoritas lalu merasa punya kuasa dalam memimpin NTB ini

Sri Budi Eko Wardani dari Universitas Indonesia mengemukakan bahwa kampanye Pilkada masih acap kali diwarnai dengan hal-hal yang mengarah pada sikap primordialisme yang mengedepankan kesamaan etnis, suku dan agama, menurutnya hal tersebut dapat mengancam dan membahayakan keberagaman sebagai bangsa.

Selanjutnya Azyumardi Azra (Kompas, 2016) menjelaskan bahwa definisi primordialisme adalah perasaan intrinsik tentang kebanggaan, dedikasi, serta emosi kuat pada etnisitas dan ras, agama, bahasa, sejarah, dan negara asal sendiri. Karena intrinsik, primordialisme hampir selalu mewarnai pandangan dunia dan perilaku seseorang dan kelompok masyarakat.

Karakteristik pemilihan kepala daerah yang bersifat kelokalan sangat mempengaruhi preferensi pemilih, berbagai praktik selama ini menunjukkan godaan kampanye/publikasi dengan kemasan mendorong sentimen primordilasime. Konkret atas persoalan ini, secara umum menjadi mantra atau tagline sebagai representasi putra daerah, suku asli, pemeluk agama tertentu dan identitas lainnya yang berupaya membedakan dari pasangan calon lainnya.

Tokoh revolusi Rusia, Vladimir Lenin pernah mengatakan, politik adalah siapa yang boleh melakukan apa kepada siapa (who could do what to whom). Dalam Pernyataan Lenin itu semakin terasa saat ini menjelang Pilkada 2024 , Jika tidak ditemukan kasus korupsi, para pihak saling menjatuhkan dengan cara lain, segala upaya dilakukan untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari keterpurukan lawan politik.

Kondisi itu terjadi karena demokrasi sekadar dimaknai sebagai upaya untuk merebut kekuasaan, yang ujungnya adalah mendapatkan keuntungan ekonomi, rakyat hanya dipertontonkan oleh upaya saling menjatuhkan elite politik.

Baca Juga :  Di Antara Jalan Logika, Keyakinan, dan Sufisme

Politik saling serang yang dipertontonkan elite politik bisa membahayakan proses demokrasi . Rakyat tidak mendapatkan pembelajaran politik yang baik dan justru dari sikap semacam itu bisa memperbesar apatisme publik terhadap politik.

Bang Zul selalu dirindukan ?

Karakter Bang Zul sering melakukan aksi turun ke jalan dan ke tengah masyarakat. terlepas dari kemungkinan motivasi pencitraan politik, beliau ‘menyentuh’ masyarakat secara langsung hampir dalam setiap kesempatan , aktivitas itu bahkan sudah seperti bagian integral dari rutinitas kerjanya dan tak terbatas pada saat masih jadi Gubernur atau selesai.

Konsep ini sejalan dengan apa yang diistilahkan oleh filsuf Heidegger sebagai “sorge”. Sorge berbicara tentang kesatuan perilaku manusia. Dasar dari perilaku manusia yang sesungguhnya terwujud dalam keterlibatan secara proaktif terhadap objek-objek kesehariannya.

Subjek, dalam hal ini pemimpin, perlu terlibat secara giat dan tak terpisahkan dengan objek kesehariannya, termasuk rakyat. ‘Aku’ sang pemimpin tidak terpisah dari ke-‘aku’-an rakyat.

Sebaliknya, pemimpin yang otoriter mengadopsi konsep ke-‘Aku’-annya secara Cartesian. Aku terpisah dari yang lain, tidak melibatkan diri dengan yang lain dan bahkan menjadi yang terpenting dalam relasi.

Dalam konteks ini, ego ‘Aku’ dari pemimpin dilihat sebagai subjek utama yang terpisah dari ‘aku-aku’ yang lain. Ego sebagai kelas atas menafikan ego lain sebagai kelas bawah.

Kita boleh bersyukur bisa menikmati sebuah privilese maha jarang, dikunjungi dan ditemui secara langsung oleh pemimpin kita.

Dengan adanya fenomena ini , kita tidak serta-merta menyimpulkannya sebagai sebuah gejala progresivitas politik.

Di satu sisi, kita turut berbangga bahwa pemimpin terjun langsung dalam masyarakat dan berdialog dari mata ke mata untuk melihat realitas sesungguhnya.

Sejalan dengan itu, menurut A.A Wattimena, turun berkunjung ke masyarakat ( blusukan, istilah Presiden Jokowi) sangat cocok bagi masyarakat demokratis karena di dalamnya rakyat menjadi prioritas utama yang perlu disapa secara langsung dan dimintai aspirasinya bukan melalui himpunan data-data statistik.

Terkadang, realitas konkret dan pengalaman langsung di lapangan berbicara jauh lebih banyak dan lebih substansial dibandingkan data survei di atas kertas. Tapi di sisi lain, ia bisa bermanifestasi menjadi sebuah degradasi politik, sebab banyak pemimpin tampil ‘bertopengkan’ rakyat.***

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Berita Terkait

Di Antara Jalan Logika, Keyakinan, dan Sufisme
Desa Berdaya NTB: Pengentasan Kemiskinan Ekstrem Menuju Pencapaian SDGs
Menjadikan Manajemen Risiko Nafas Baru Pemerintahan Daerah
Citra Perempuan Dalam Puisi Barat
KECIMOL DAN RIWAYAT SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT SASAK
Dinamika Pembiayaan Utang Indonesia 2025
Sport Tourism, Bang Zul Branding NTB Menyapa Dunia
Muktamar NW di IKN, Melanjutkan Spirit Perjuangan Maulana Syaikh

Berita Terkait

Selasa, 16 Desember 2025 - 08:29 WITA

Di Antara Jalan Logika, Keyakinan, dan Sufisme

Senin, 15 Desember 2025 - 16:28 WITA

Desa Berdaya NTB: Pengentasan Kemiskinan Ekstrem Menuju Pencapaian SDGs

Jumat, 12 Desember 2025 - 10:45 WITA

Menjadikan Manajemen Risiko Nafas Baru Pemerintahan Daerah

Minggu, 23 November 2025 - 08:50 WITA

Citra Perempuan Dalam Puisi Barat

Jumat, 21 November 2025 - 20:01 WITA

KECIMOL DAN RIWAYAT SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT SASAK

Berita Terbaru

Apa yang mereka lakukan berangkat dari kesadaran sebagai manusia biasa  (Foto: ist)

AGENDA SOSIAL

Seni sebagai Kesaksian Zaman: Solidaritas dari Mataram untuk Sumatera

Selasa, 23 Des 2025 - 01:12 WITA

The Last Fruit mengandung metafora yang kuat. Ia terdengar sederhana, tetapi sekaligus menggetarkan (Foto: bp)

TOKOH & INSPIRASI

Buah Terakhir dari Hutan yang Terkoyak

Senin, 22 Des 2025 - 20:32 WITA

Karya-karya Pak Kisid (kanan) hadir sebagai penanda bahwa seni tidak hanya berbicara tentang bentuk dan warna, tetapi juga tentang nilai dan tanggung jawab.(Foto: ist)

TOKOH & INSPIRASI

I Nengah Kisid: Melukis sebagai Jalan Membaca, Mendengar, dan Melakukan

Senin, 22 Des 2025 - 18:32 WITA

Dari Sumbawa, sebuah gagasan sedang dirajut: bahwa masa depan literasi daerah tidak harus gemerlap, tetapi harus berakar (foto: NR)

KEARIFAN LOKAL

Menggagas Perpustakaan Tematik: Jalan Sunyi Literasi dari Tana Samawa

Senin, 22 Des 2025 - 16:54 WITA

Dipsy Do tergolong band baru, lahir dari jam-jam sepulang kerja (Foto: Konser Lombok)

MUSIC & SHOW BIZZ

Dipsy Do di Soundrenaline 2025: Dari Mataram ke Pusat Hiruk-Pikuk Modernitas

Senin, 22 Des 2025 - 15:50 WITA