CERAKEN.ID- Gandrung merupakan seni tradisional masyarakat Banyuwangi yang telah lama menjadi bagian dari perjuangan seni masyarakat Blambangan. Sebagai warisan budaya, Gandrung telah melewati perjalanan panjang yang penuh tantangan, termasuk persepsi negatif yang berkembang di masyarakat.
Hal ini sempat menyebabkan seni Gandrung terlupakan oleh sebagian kalangan. Namun, sejak tahun 2010, terjadi upaya revitalisasi melalui acara Gandrung Sewu, yang berhasil mengangkat kembali seni ini ke permukaan. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis makna dan pergeseran identitas Gandrung Banyuwangi melalui Gandrung Sewu dengan mempertimbangkan konteks historisnya.
Seiring waktu, seni Gandrung ya sebelumnya dipandang memiliki konotasi negatif mengalami transformasi signifikan. Pergeseran ini terjadi berkat berbagai upaya untuk meningkatkan citra Gandrung, salah satunya melalui Gandrung Sewu. Acara ini menampilkan sisi baru dari Gandrung yang lebih terbuka dan menarik perhatian generasi muda Banyuwangi. Jika sebelumnya Gandrung kerap dianggap sebagai hiburan yang kurang bermartabat, kini, melalui Gandrung Sewu, seni ini dipandang lebih menarik dan relevan dengan perkembangan zaman.
Melalui pendekatan fenomenologis yang dipadukan dengan studi sejarah, penelitian ini menemukan bahwa Gandrung Sewu memainkan peran penting dalam mengubah persepsi masyarakat terhadap Gandrung. Seni ini, yang dulunya dianggap kuno dan kurang diminati, kini mengalami revitalisasi yang membawa dampak besar bagi generasi muda. Globalisasi turut berperan dalam perubahan ini, dengan Gandrung Sewu menjadi bukti nyata munculnya era “budaya ketiga” di Banyuwangi—sebuah era yang mencerminkan upaya pelestarian budaya lokal di tengah modernisasi yang terus berkembang.
Gandrung Sewu bukan sekadar pertunjukan seni, melainkan simbol kebangkitan dan pelestarian warisan budaya Banyuwangi. Dengan melibatkan ribuan penari yang tampil penuh semangat, acara ini menjadi wadah bagi masyarakat untuk memperkenalkan dan merayakan identitas budaya mereka. Selain itu, pertunjukan ini juga berfungsi sebagai sarana edukasi bagi generasi muda dalam memahami dan menghargai warisan budaya yang ada di sekitar mereka.
Perubahan makna Gandrung—dari seni yang sempat terlupakan menjadi seni yang populer dan diakui—menunjukkan bagaimana kesenian tradisional mampu bertahan dan beradaptasi dengan perkembangan zaman. Gandrung Sewu menjadi contoh nyata bahwa seni tradisional dapat berperan sebagai agen perubahan dalam memperkuat identitas budaya suatu daerah. Selain itu, revitalisasi ini juga membuktikan bahwa seni seperti Gandrung memiliki potensi besar untuk terus berkembang dan menjadi bagian dari kekayaan budaya yang dihargai oleh seluruh lapisan masyarakat.***