Kematian

Kamis, 4 April 2024 - 08:31 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kita sering kali menyaksikan kematian dalam kehidupan sehari-hari. Baik sebagai pengalaman langsung seperti kematian orang terdekat, atau melalui berita, media sosial, atau pengalaman lainnya. Meskipun begitu, kita kerap kali tidak memperhatikan secara mendalam implikasi dari kematian itu sendiri. Kita mungkin cenderung mengabaikan hal tersebut dan menjalani hidup tanpa merenungkan makna dari kematian itu sendiri.

Karena itu menjadi penting untuk melakukan muhasabah diri, yakni proses introspeksi dan refleksi diri atas kematian. Muhasabah diri akan membuat kita makin mengerti secara mendalam tentang makna hidup, tujuan hidup, serta persiapan untuk menghadapi kematian itu sendiri.

Kenyataan yang menggambarkan bahwa tubuh manusia, yang mungkin pernah membanggakan diri dengan berbagai identitas dan atribut seperti kekayaan, kekuasaan, atau prestise sosial, pada akhirnya akan mengalami perubahan drastis setelah meninggal. Identitas yang pernah disandang saat hidup akan hilang, dan semua manusia, tanpa kecuali, akan mengalami akhir yang sama, yakni menjadi jasad yang membusuk.

Baca Juga :  Ataraxia: Ketenangan Jiwa yang Murni

Tubuh manusia yang pada saat hidup mungkin pernah dianggap sebagai lambang kekuatan, kekayaan, atau kebesaran, setelah kematian hanya akan menjadi santapan bagi cacing tanah dan belatung. Ini kian menegaskan bahwa apa pun kebesaran atau kekuasaan yang dimiliki seseorang dalam kehidupan dunia akan lenyap ketika tubuhnya terurai usai terkubur.

Kematian sebagai sesuatu yang meniscaya adalah kisah yang tak bisa dihindarkan oleh setiap manusia. Kematian adalah bagian dari siklus kehidupan yang tak dapat dihindari oleh siapapun. Seperti roda waktu yang tak berujung, peristiwa demi peristiwa akan terus berlangsung. Namun, terkadang kita terlalu sibuk untuk melakukan perenungan. Kita melihat, tetapi tidak merenungkan atas makna di baliknya. Bayangkan, suatu hari, tubuh yang dulu menawan dan menarik untuk dipandang, akhirnya hanya menjadi sumber makanan bagi cacing tanah dan belatung yang menjijikkan. Identitas dan kebanggaan yang disandang semasa hidup tiba-tiba menguap laksana kabut di pagi hari.

Baca Juga :  Ataraxia: Ketenangan Jiwa yang Murni

Seseorang yang dulu sombong dan meremehkan orang lain, sekarang hanya tinggal kenangan. Tubuhnya yang dulu angkuh dan congkak, sekarang tak ubahnya sumber bau busuk di alam semesta ini. Seperti itu kenyataannya, bahwa kita semua akhirnya akan kembali ke tanah, tanpa kecuali.

Puasa Ramadan yang kita jalani mestinya bisa menjadi ruang kontemplasi, sebuah ruang perenungan untuk membuat kita terus belajar pada kesanggupan untuk berendah hati dan menghayati keberadaan diri sebagai makhluk yang tak berbeda dengan lainnya saat kematian menjemput. Merenungkan makna kematian akan membuat kita makin jauh dari kesombongan karena diri tak ubahnya debu ketidaksanggupan yang hanya berpasrah pada Kekuasaan-Nya. Kematian sewaktu-waktu adalah gambaran betapa manusia memang tidak memiliki kesanggupan bahkan untuk menentukan kehidupannya sendiri.        Semoga puasa yang kita jalani di bulan Ramadan makin mendekatkan diri kita kepada Allah SWT, dan menempatkan kita di golongan kaum yang bertaqwa. Insyaallah.**

Penulis : Cukup Wibowo

Editor : Editor Ceraken

Berita Terkait

Ataraxia: Ketenangan Jiwa yang Murni
CLOSING DAY
SOSMED
AMBIVALENSI
PREFERENSI
Setan
Takut
On Time

Berita Terkait

Jumat, 12 Desember 2025 - 14:40 WITA

Ataraxia: Ketenangan Jiwa yang Murni

Rabu, 10 April 2024 - 13:04 WITA

CLOSING DAY

Senin, 8 April 2024 - 15:14 WITA

SOSMED

Minggu, 7 April 2024 - 08:57 WITA

AMBIVALENSI

Sabtu, 6 April 2024 - 11:15 WITA

PREFERENSI

Berita Terbaru

Apa yang mereka lakukan berangkat dari kesadaran sebagai manusia biasa  (Foto: ist)

AGENDA SOSIAL

Seni sebagai Kesaksian Zaman: Solidaritas dari Mataram untuk Sumatera

Selasa, 23 Des 2025 - 01:12 WITA

The Last Fruit mengandung metafora yang kuat. Ia terdengar sederhana, tetapi sekaligus menggetarkan (Foto: bp)

TOKOH & INSPIRASI

Buah Terakhir dari Hutan yang Terkoyak

Senin, 22 Des 2025 - 20:32 WITA

Karya-karya Pak Kisid (kanan) hadir sebagai penanda bahwa seni tidak hanya berbicara tentang bentuk dan warna, tetapi juga tentang nilai dan tanggung jawab.(Foto: ist)

TOKOH & INSPIRASI

I Nengah Kisid: Melukis sebagai Jalan Membaca, Mendengar, dan Melakukan

Senin, 22 Des 2025 - 18:32 WITA

Dari Sumbawa, sebuah gagasan sedang dirajut: bahwa masa depan literasi daerah tidak harus gemerlap, tetapi harus berakar (foto: NR)

KEARIFAN LOKAL

Menggagas Perpustakaan Tematik: Jalan Sunyi Literasi dari Tana Samawa

Senin, 22 Des 2025 - 16:54 WITA

Dipsy Do tergolong band baru, lahir dari jam-jam sepulang kerja (Foto: Konser Lombok)

MUSIC & SHOW BIZZ

Dipsy Do di Soundrenaline 2025: Dari Mataram ke Pusat Hiruk-Pikuk Modernitas

Senin, 22 Des 2025 - 15:50 WITA