Melihat Langsung Pembuatan Songket di Desa Sukarara, Lombok

Rabu, 12 Februari 2025 - 23:51 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Keterampilan menenun yang tinggi dan motif-motif unik telah menjadikan kain tenun Desa Sukarara sebagai produk kerajinan tangan yang bernilai tinggi

Tangan bergelut dengan benang sambil memperhatikan motif pada kain songket menjadi pemandangan yang bisa kita lihat di Desa Sukarara, Nusa Tenggara Barat. Keseharian para perempuan (mulai dari ibu-ibu hingga remaja) di desa yang terletak di Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, ini diisi dengan membuat kain songket. Hampir di setiap teras rumah dapat terlihat proses pembuatan salah satu kain tenun khas Nusantara.

Menenun memang telah menjadi tradisi di desa yang berjarak 35 kilometer atau sekitar 30 menit perjalanan dari Kota Mataram ini. Sejak usia belia, masyarakat Desa Sukarara dididik cara merangkai benang menggunakan alat tenun tradisional.

Keterampilan menenun yang tinggi dan motif-motif unik telah menjadikan kain tenun Desa Sukarara sebagai produk kerajinan tangan yang bernilai tinggi

Tangan bergelut dengan benang sambil memperhatikan motif pada kain songket menjadi pemandangan yang bisa kita lihat di Desa Sukarara, Nusa Tenggara Barat. Keseharian para perempuan (mulai dari ibu-ibu hingga remaja) di desa yang terletak di Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, ini diisi dengan membuat kain songket. Hampir di setiap teras rumah dapat terlihat proses pembuatan salah satu kain tenun khas Nusantara.

Baca Juga :  Gandrung Banyuwangi: Revitalisasi Identitas Budaya Melalui Gandrung Sewu

Menenun memang telah menjadi tradisi di desa yang berjarak 35 kilometer atau sekitar 30 menit perjalanan dari Kota Mataram ini. Sejak usia belia, masyarakat Desa Sukarara dididik cara merangkai benang menggunakan alat tenun tradisional.

Menenun memang telah menjadi tradisi di desa yang berjarak 35 kilometer atau sekitar 30 menit perjalanan dari Kota Mataram ini.

Upaya menjaga kelestarian budaya dan seni di desa ini dilakukan melalui tradisi menenun yang diwariskan secara turun-temurun. Menariknya, kemampuan menenun juga dianggap sebagai kewajiban bagi para perempuan, karena menjadi salah satu syarat sebelum memasuki jenjang pernikahan. Tradisi ini tidak hanya mempertahankan warisan leluhur tetapi juga memperkuat identitas budaya setempat.

Kain songket dari wilayah ini dikenal dengan warna-warna cerah yang khas. Para penenun sering mengangkat motif yang terinspirasi dari rumah adat Sasak, lumbung padi, hingga binatang tokek. Dengan peralatan tradisional, mereka mengolah benang katun, emas, sutra, dan perak menjadi kain tenun yang memesona, menjadikannya salah satu hasil kerajinan yang layak untuk dimiliki.

Kain songket dari wilayah ini dikenal dengan warna-warna cerah yang khas.

Keindahan kain songket dari daerah ini tidak hanya terletak pada motifnya yang artistik, tetapi juga pada keunikannya. Para penenun memastikan setiap kain memiliki motif yang berbeda, menjadikannya eksklusif dan sulit ditemukan di tempat lain, bahkan dibandingkan dengan hasil tenun dari desa lain di Lombok.

Baca Juga :  Daerah Pekan Seni Budaya Lombok Utara Resmi Dibuka

Proses pembuatannya yang memakan waktu setidaknya satu bulan turut menambah daya tarik kain ini. Kerumitan detail motif yang dihasilkan menciptakan pesona tersendiri, membuat siapa pun yang melihatnya tergoda untuk membawa pulang salah satu karya luar biasa dari masyarakat setempat.

Proses pembuatannya yang memakan waktu setidaknya satu bulan turut menambah daya tarik kain ini.

Proses pewarnaan kain tenun di daerah ini memanfaatkan bahan-bahan alami. Sebagai contoh, warna cokelat tanah dihasilkan dari biji masam, cokelat tua dari batang pisang, cokelat muda dari batang jati, cokelat kemerahan dari pohon mahoni, dan warna ungu diperoleh dari kulit manggis atau anggur. Teknik tradisional ini menambah keunikan pada setiap kain yang dihasilkan.

Keindahan kain songket setempat telah dikenal luas, termasuk di kalangan wisatawan mancanegara. Lamanya proses pembuatan dan tingkat kerumitan motif menjadi alasan kain ini memiliki nilai yang lebih tinggi, sehingga harganya relatif mahal dibandingkan kain tenun lainnya.

Bagi yang ingin memiliki kain khas yang kerap digunakan sebagai baju adat Suku Sasak, perlu menyiapkan biaya mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Setiap kain bukan hanya sekadar busana, melainkan juga cerminan budaya dan karya seni yang autentik.***

Berita Terkait

Ribuan Putri Berjalan Kaki di Mandalika Lombok Jelang Bau Nyale 2025
Gandrung Banyuwangi: Revitalisasi Identitas Budaya Melalui Gandrung Sewu
Daerah Pekan Seni Budaya Lombok Utara Resmi Dibuka
Dorong Pariwisata Selatan Lombok, Jilbab Ijo Tekankan Pentingnya Pemberdayaan Masyarakat
KKN UNRAM Desa Suranadi 2024: Cek Kesehatan Gratis, Langkah Nyata Wujudkan Desa Sehat!
“Merarik Kodek” Bukan Budaya Sasak Lombok
Masjid Kuno Bayan Beleq, Jejak Sejarah Tak Lekang Oleh Waktu
Seperti Apa Keseruan Monolog dan Happening Art  Doktor Zul Idola Kita Semua, Inilah Penjelasan Tuan Rumah Mi6!

Berita Terkait

Senin, 17 Februari 2025 - 23:44 WITA

Ribuan Putri Berjalan Kaki di Mandalika Lombok Jelang Bau Nyale 2025

Sabtu, 15 Februari 2025 - 20:53 WITA

Gandrung Banyuwangi: Revitalisasi Identitas Budaya Melalui Gandrung Sewu

Rabu, 12 Februari 2025 - 23:51 WITA

Melihat Langsung Pembuatan Songket di Desa Sukarara, Lombok

Rabu, 12 Februari 2025 - 23:05 WITA

Daerah Pekan Seni Budaya Lombok Utara Resmi Dibuka

Selasa, 15 Oktober 2024 - 16:55 WITA

Dorong Pariwisata Selatan Lombok, Jilbab Ijo Tekankan Pentingnya Pemberdayaan Masyarakat

Berita Terbaru

Bangunan bersejarah peninggalan Belanda di Taman Suranadi. (Inside Lombok/Yudina)

WARISAN NUSANTARA

Bangunan Belanda di Taman Suranadi Diajukan Masuk Cagar Budaya

Minggu, 16 Feb 2025 - 19:24 WITA

Masjid Kuno Songak (Foto : Halaman Masjid Kuno Songak Lombok Timur/facebook)

WARISAN NUSANTARA

Masjid Songak: Warisan Sejarah dan Tradisi Islam Lombok yang Tetap Hidup

Minggu, 16 Feb 2025 - 19:19 WITA