ALL Indonesia Bedah Kartografi Hukum Lingkungan, Dorong Perlawanan Hukum Rakyat

Selasa, 16 Desember 2025 - 23:55 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Forum ini dimaksudkan sebagai ruang berbagi pengetahuan sekaligus konsolidasi kesadaran hukum (Foto: ist)

Forum ini dimaksudkan sebagai ruang berbagi pengetahuan sekaligus konsolidasi kesadaran hukum (Foto: ist)

CERAKEN.ID- Asosiasi Lawyer Lingkungan (ALL) Indonesia menggelar Sharing Session Environment Law secara daring pada Senin malam, 15 Desember 2025. Diskusi yang berlangsung intens ini mengangkat tajuk “Kartografi Hukum Lingkungan di Indonesia”, sebagai upaya memetakan ulang wajah hukum lingkungan nasional di tengah dinamika regulasi dan tekanan kepentingan ekonomi.

Kegiatan ini difasilitatori oleh Dr. Shri Lalu Gde Pharma, Wakil Ketua Umum DPP Perkumpulan Advokat Muslim Indonesia, yang bertindak sebagai host. Ia menegaskan bahwa forum ini dimaksudkan sebagai ruang berbagi pengetahuan sekaligus konsolidasi kesadaran hukum bagi para advokat, aktivis, dan masyarakat sipil yang peduli pada isu lingkungan.

Narasumber utama, Moh. Syafiq Khan, advokat senior sekaligus Ketua Presidium Forum Alumni Universitas Mataram, memaparkan secara komprehensif posisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) sebagai fondasi utama hukum lingkungan di Indonesia. Menurutnya, UU tersebut dirancang untuk memastikan upaya sistematis dalam melestarikan fungsi lingkungan hidup, mencegah pencemaran dan kerusakan, serta mengatur pengelolaan lingkungan secara menyeluruh, termasuk perizinan lingkungan dan sanksi pidana bagi pelanggar.

Namun, Syafiq Khan menekankan bahwa sebagian substansi UU 32/2009 mengalami perubahan signifikan pasca terbitnya UU Cipta Kerja (UU No. 6 Tahun 2023) beserta aturan turunannya, terutama PP No. 22 Tahun 2021. Perubahan tersebut, menurutnya, telah menggeser “roh ekologis” yang sebelumnya kuat dalam UU PPLH.

“UU 32/2009 sejatinya mengatur hak rakyat, kewajiban negara dan pelaku usaha, prinsip pencegahan, sanksi tegas, serta partisipasi publik. Tapi dalam praktiknya, setelah Cipta Kerja, partisipasi publik justru dipersempit dan mekanisme pengawasan dilemahkan,” ujarnya.

Dalam sesi tersebut, Syafiq Khan juga memaparkan langkah-langkah yang dapat ditempuh rakyat ketika menghadapi pelanggaran lingkungan. Ia menegaskan bahwa konstitusi memberi ruang gugatan, merujuk pada Pasal 28H ayat (1) serta Pasal 33 ayat (3) dan (4) UUD 1945. “UU 32/2009 harus tetap dijalankan sebagai rujukan utama, meskipun ada perubahan regulasi,” tegasnya.

Bentuk gugatan yang dapat dilakukan, lanjutnya, meliputi gugatan terhadap korporasi secara perdata maupun pidana, gugatan terhadap negara melalui PTUN dan mekanisme citizen lawsuit, gugatan kelompok atau class action, serta gugatan oleh organisasi masyarakat.

Meski demikian, Syafiq Khan mengungkapkan realitas pahit bahwa rakyat kerap kalah dalam sengketa lingkungan. Penyebabnya antara lain lemahnya bukti ilmiah, tekanan politik dan ekonomi yang kuat, serta gerakan masyarakat yang belum terorganisir dengan baik. Karena itu, ia menekankan pentingnya kontrol publik terhadap negara. “Negara harus terus dikontrol. Pengadilan seharusnya menjadi sahabat rakyat,” ujarnya.

Ia juga mengkritik keras kecenderungan regulasi pasca Cipta Kerja yang dinilai menempatkan negara di bawah kepentingan investor. Kemudahan perizinan dan penyederhanaan persyaratan saksi lingkungan, menurutnya, membuka ruang dominasi modal yang berujung pada apa yang ia sebut sebagai neo-kolonialisme.

“Kita seperti dijajah kembali oleh negara dan korporasi asing yang menguasai sumber daya alam Indonesia. UU Cipta Kerja merusak sistem perlindungan lingkungan dalam UU 32/2009 dan bahkan menyimpang dari amanat UUD 1945. Keserakahan sebagian pejabat dan konglomerat membuat negeri ini seolah dijajah ulang,” tegasnya.

Sesi diskusi ditutup dengan sekapur sirih dari Ahmad Junaidi, Advokat sekaligus Koordinator Nasional ALL Indonesia. Ia menyoroti carut-marut tata kelola lingkungan oleh negara yang berdampak langsung pada meningkatnya bencana ekologis. Menurutnya, ketika negara abai dan tidak taat hukum, masyarakat sipil harus tampil mengingatkan dan mendesak perubahan.

“Kita perlu mempertajam peta, membaca raut wajah bumi di masing-masing daerah, mempersiapkan sikap dan mental, serta mengkaji regulasi dan perizinan lingkungan yang tidak berdasar,” ujar Ahmad Junaidi. Ia menegaskan, jika seluruh persiapan tersebut telah matang, ALL Indonesia siap mengambil tanggung jawab dengan melakukan gugatan dan perlawanan hukum demi Indonesia yang lebih adil dan lestari secara ekologis.

Diskusi ini menegaskan kembali posisi ALL Indonesia sebagai salah satu simpul penting advokasi hukum lingkungan, yang tidak hanya memetakan persoalan, tetapi juga menyiapkan langkah konkret perlawanan hukum di tengah tantangan regulasi dan dominasi kepentingan modal. (aks)

Penulis : aks

Editor : Ceraken Indonesia

Berita Terkait

Perusahaan Jepang  Buang Limbah Radioaktif Bikin Berang Legislator Indonesia, H Rachmat Hidayat : Penyebab Kerusakan Permanen Ekosistem Lingkungan

Berita Terkait

Selasa, 16 Desember 2025 - 23:55 WITA

ALL Indonesia Bedah Kartografi Hukum Lingkungan, Dorong Perlawanan Hukum Rakyat

Minggu, 28 April 2024 - 06:57 WITA

Perusahaan Jepang  Buang Limbah Radioaktif Bikin Berang Legislator Indonesia, H Rachmat Hidayat : Penyebab Kerusakan Permanen Ekosistem Lingkungan

Berita Terbaru

Apa yang mereka lakukan berangkat dari kesadaran sebagai manusia biasa  (Foto: ist)

AGENDA SOSIAL

Seni sebagai Kesaksian Zaman: Solidaritas dari Mataram untuk Sumatera

Selasa, 23 Des 2025 - 01:12 WITA

The Last Fruit mengandung metafora yang kuat. Ia terdengar sederhana, tetapi sekaligus menggetarkan (Foto: bp)

TOKOH & INSPIRASI

Buah Terakhir dari Hutan yang Terkoyak

Senin, 22 Des 2025 - 20:32 WITA

Karya-karya Pak Kisid (kanan) hadir sebagai penanda bahwa seni tidak hanya berbicara tentang bentuk dan warna, tetapi juga tentang nilai dan tanggung jawab.(Foto: ist)

TOKOH & INSPIRASI

I Nengah Kisid: Melukis sebagai Jalan Membaca, Mendengar, dan Melakukan

Senin, 22 Des 2025 - 18:32 WITA

Dari Sumbawa, sebuah gagasan sedang dirajut: bahwa masa depan literasi daerah tidak harus gemerlap, tetapi harus berakar (foto: NR)

KEARIFAN LOKAL

Menggagas Perpustakaan Tematik: Jalan Sunyi Literasi dari Tana Samawa

Senin, 22 Des 2025 - 16:54 WITA

Dipsy Do tergolong band baru, lahir dari jam-jam sepulang kerja (Foto: Konser Lombok)

MUSIC & SHOW BIZZ

Dipsy Do di Soundrenaline 2025: Dari Mataram ke Pusat Hiruk-Pikuk Modernitas

Senin, 22 Des 2025 - 15:50 WITA