Pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2024 bakal digelar pada November 2024. Pilkada yang terdiri atas pemilihan gubernur-wakil gubernur, pemilihan bupati-wakil bupati, dan pemilihan wali kota-wakil wali kota ini digelar serentak di beberapa daerah di Indonesia.
Penyelenggaraannya telah diatur oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sesuai Peraturan KPU (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2024.
Francis Fukumaya (2011) menyatakan demokrasi pada abad ke-21 seperti berada di persimpangan jalan, tampil dengan wajah variatif dan berbeda. Demokrasi yang diaplikasikan pada masa kini bukan lagi demokrasi yang membatasi, tetapi demokrasi yang memberadabkan rakyat untuk menjadi pemilih rasional. Demokrasi yang memperjuangkan kebutuhan nyata rakyat dengan kesadaran tinggi.
Pengalaman berdemokrasi dalam pilkada langsung dan pilkada serentak harus menjadi catatan dan pelajaran penting untuk penyelenggaraan pilkada selanjutnya. Demokrasi yang dilaksanakan jangan hanya sebatas prosedur hajatan politik lima tahunan.
Pilkada harus menjadi proyek bersama untuk membangun demokrasi yang meningkatkan peradaban politik kita. Pilkada harus menjadi proyek bersama meningkatkan kualitas demokrasi kita menjadi demokrasi yang substansial, bukan cuma demokrasi prosedural.
Pilkada harus menghasilkan pemimpin daerah yang berkualitas, pro rakyat, inovatif, dan mengutamakan kepentingan rakyat di atas segala-galanya. Pengalaman pada Pemilu 2024 yang baru lalu, dengan segala catatan kekurangannya, harus menjadi pijakan bersama mewujudkan pilkada yang jauh lebih berkualitas.
Untuk menuju itu pendidikan politik harus makin diintensifkan di kalangan rakyat. Penjaringan calon kepala daerah jangan meninggalkan partisipasi rakyat. Mekanisme di partai politik hendaknya mengedepankan aspek partisipasi rakyat sesuai mekanisme di internal partai politik.
Rakyat sebagai kedaulatan tertinggi mestinya mencari pemimpin memiliki rasa malu dan punya etika moral, memiliki hati nurani, kepekaan, rasa tanggung jawab, dan intelektualitas.
Dalam banyak kejadian, sosok pemimpin seperti ini jarang dijumpai. Di negeri ini kita tidak melihat ada pemimpin yang mau mengundurkan diri–jangan bunuh diri–saat keputusannya membuat banyak rakyat sengsara.
Yang sering kali kita temukan adalah pemimpin yang berbuat apa saja sesuka hati, Jarang sekali kita melilhat pemimpin yang mengambil tanggung jawab atas sebuah kesalahan alih-alih menyalahkan anak buah. Kita pantas menyebutnya pemimpin bajingan.
Pemimpin yang sering kita lihat adalah para pengecut; mereka yang dengan mudah melemparkan kesalahan dan tanggung jawab saat keputusan diambil menyebabkan kerugian negara dan rakyat. Mereka bahkan menggunakan koneksi kekuasaan untuk mengeleminir permasalahan sehingga jerat hukum tidak membebat kaki mereka.
Seorang bawahan dengan mudah jadi pesakitan karena mereka kalah koneksi dan pengaruh. Bahkan di saat bawahan menyampaikan kritik, itu dianggap sebagai penghinaan. Seolah-olah pemimpin tidak boleh salah.***