Bakal Calon Presiden dari Partai Nasdem, Anies Baswedan telah berkunjung ke Lombok pada 30 Januari 2023. Dalam kunjungan tersebut,Anies disambut oleh para Kader Partai Nasdem dan Relawan termasuk Ketua DPW Partai Nasdem NTB Willy Aditya dan tokoh seperti Bupati Lombok Timur, H.M.Sukiman Azmy dan Bupati Lombok Barat, Faozan Khalid yang sekaligus pula sebagai Ketua Dewan Pakar Partai Nasdem NTB. Selain itu, hadir pula Wakil Bupati Lombok Timur, H.Rumaksi yang merupakan Ketua DPD Partai Nasdem Lombok Timur (ANTARA, 30 Januari 2023). Persoalannya, adakah pelanggaran pemilu dalam kunjungan Anies tersebut?
Sebanyak 17 Parpol termasuk Partai Nasdem telah ditetapkan oleh KPU sebagai peserta Pemilu 2024. Dengan telah ditetapkannya Parpol peserta Pemilu, maka Parpol tersebut hanya boleh melakukan kegiatan kampanye pada masa kampanye. Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaran Pemilu Tahun 2024 kegiatan “masa kampanye” yakni terhitung sejak 28 November 2023 s/d 10 Februari 2024. Tidak boleh ada kegiatan kampanye sebelum dan setelah masa kampanye. Disisi lain, dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) disebutkan bahwa yang dimaksud “kampanye” adalah kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program dan/atau citra diri peserta pemilu.
Selama kunjungan Anies di Lombok, adakah kegiatan Partai Nasdem yang tergolong dalam kategori kampanye sebagaimana dimaksud UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu?. Jika tidak, maka tidak ada pelanggaran pemilu oleh Partai Nasdem sebelum masa kampanye. Demikian sebaliknya, jika ada bukti terjadinya pelanggaran pemilu, maka Bawaslu dapat memprosesnya. Disisi lain, pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden belum ditetapkan oleh KPU. Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 dimana pencalonan Presiden dan Wakil Presiden akan ditetapkan oleh KPU pada 19 Oktober 2023 s/d 25 November 2023.
Dengan belum ditetapkannya pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, maka siapapun bakal calon Presiden yang diusung oleh Parpol peserta Pemilu (termasuk Anies yang diusung oleh Partai Nasdem) tidak bisa dinyatakan “curi start kampanye” ketika melakukan kunjungan ke daerah-daerah. Kecuali setelah penetapan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, maka para calon Presiden dan Wakil Presiden harus tunduk pada jadwal masa kampanye sebagaimana ditetapkan Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022. Dengan demikian, boleh jadi tidak ada pelanggaran Pemilu terkait dengan Anies sendiri selama kunjungannya di Lombok.
Jika selama kunjungan Anies di Lombok (katakanlah) tidak ada pelanggaran Pemilu, tetapi ada pelanggaran lainnya sebagaimana diatur pasal 455 butir c.2 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yakni pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan lainnya, seperti pelanggaran terhadap UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) terkait netralitas ASN dalam Pemilu dan manakala terjadi pelanggaran, maka oleh Bawaslu diteruskan kepada instansi atau pihak yang berwenang. Netralitas merupakan salah satu asas dalam penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN sebagaimana diatur pada pasal 2 (butir f) UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
Terkait dengan netralitas ASN dalam Pemilu kemudian melahirkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menpan dan RB dengan Mendagri, Kepala BKN, Ketua Komisi ASN dan Ketua Bawaslu pada tahun 2022 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN Dalam Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan. Jenis pelanggaran netralitas ASN yang diatur SKB tahun 2022 tersebut adalah pelanggaran kode etik meliputi 7 (tujuh) bentuk pelanggaran dan pelanggaran disiplin meliputi 13 (tiga belas) bentuk pelanggaran.
Persoalannya, kehadiran sejumlah Tokoh seperti Bupati Lombok Timur, H.M.Sukiman Azmy dalam kunjungan Anies di Lombok, apakah dapat dinyatakan melakukan pelanggaran netralitas ASN. Pejabat negara seperti Bupati dan Wakil Bupati bukanlah pegawai ASN. Menurut pasal 6 UU Nomor 5 Tahun 2014 bahwa pegawai ASN terdiri atas Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Pegawai ASN diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian. Berbeda dengan Bupati dan Wakil Bupati bukan diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian, melainkan dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pilkada sebagaimana diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undaag Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang. Dalam pada itu, pegawai ASN adalah aparatur yang membantu Bupati dalam pelayanan publik, tetapi Bupati bukanlah pegawai ASN.
Berdasarkan uraian diatas, kehadiran Bupati Lombok Timur, H.M.Sukiman Azmy dalam kunjungan Anies di Lombok, tidak dapat dinyatakan melanggar netralitas ASN sebagaimana diatur dalam SKB Tahun 2022 karena Bupati, bukanlah pegawai ASN. Disisi lain, pada pasal 121 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN disebutkan bahwa pegawai ASN dapat menjabat menjadi pejabat negara dan pejabat negara yang dimaksud pada pasal 122 (butir m) yakni Bupati/Wali kota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota. Ketentuan sebagaimana disebutkan pasal pasal 122 dan 122 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN tersebut kemudian tidak bisa ditafsirkan bahwa Bupati identik dengan pegawai ASN.
Pegawai ASN dapat menjabat sebagai Bupati/Wali kota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota, tetapi dengan dengan cara mencalonkan diri sebagai Bupati/Wali kota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota dan wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sejak mendaftar sebagai calon. Hal ini secara tegas diatur pada 123 (butir 3) UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Ketentuan ini kembali mempertegas bahwa Bupati bukanlah pegawai ASN. (*)