MATARAM (ceraken.id)– Produksi kain tenun perempuan Sasak di Lombok ikut menopang kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Tenun merupakan peradaban perempuan Sasak di Lombok yang ikut menandai kekayaan Wastra Nusantara.
Khaerul Anwar di Khazanah Tenun Tradisional NTB (2022), mencantumkan aktivitas menenun sudah berlangsung berabad-abad di dunia, namun kapan persisnya tradisi menenun berjalan di Lombok, belum diketahui pasti. Sejumlah telusur pustaka menyebutkan, sebelum tradisi menenun ke Nusantara dan ke Lombok, ada dugaan kebudayaan menenun bermula di sekitar Mesopotamia dan Mesir tahun 5000 SM.
Dina Faisal, pemilik Studio Bidadariku di Lombok Tengah, tahun 2023, pernah meriset tenun Lombok. Penelitiannya bahkan telah dipublikasikan TVRI NTB melalui program dokumenter. Dalam tayangan itu, Dina menyatakan aktivitas menenun di Lombok saat ini bisa dilihat di Desa Sade, Lombok Tengah. Lebih luas lagi tenun Sasak telah menjadi komoditas di desa wisata. Di satu sisi tengah menghadapi tantangan keluhuran dari sebuah motif. Corak merefleksikan karya, cipta dan rasa penenun.
Menurut Dina, manifestasi nilai luhur masyarakat Sasak pada tenun tercermin dalam warna-warna kain Tenun Sasak. Warna biru, dan merah dipercaya merupakan warna purba di atas sehelai kain tenun Sasak Lombok. Fakta tersebut ikut menunjukan bahwa aktivitas pewarnaan pada kain tenun Sasak sudah berlangsung sejak satu abad lalu, yaitu menggunakan pewarna alami.
Dina memastikan, kegiatan mewarnai benang atau kain tenun tersambung dengan cara mendapat kapas. Jenis kapas ada kelasnya maka masyarakat Lombok mulai menanam kapas secara mandiri. Tujuannya agar terhindar dari benang impor. Kemandirian Masyarakat dalam menenun tersambung dengan kebiasaan orang tua memberi alat tenun kepada anak perempuan.
Penelusuran Dina mencari seluk-beluk tanaman kapas di Lombok, mempertemukan dia dengan beberapa pihak yang pernah menanam kapas di kebun. Penanaman tersebut ikut didukung program pemerintah. Untuk mendapatkan kapas, tanaman perlu tujuh bulan untuk berbunga. Untuk mengolah kapas menjadi benang pun membutuhkan alat khusus.
Belakangan, keberadaan alat yang mampu memisah serat kapas dari bijinya, memintal dan mewarnai menghadapi tantangan regenerasi. Selanjutnya murahnya jasa aktivitas mengolah kapas. Sementara narasi global tentang keberlanjutan dari sebuah produk tengah popular membuat keberadaan Tenun Sasak diantara komoditas***