Wang Arzaky: Street Art, Ruang Sunyi, dan Perayaan yang Rapuh

Rabu, 17 Desember 2025 - 14:18 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Your First Birthday adalah refleksi personal tentang awal kehidupan dan ikatan emosional yang rapuh, tetapi sekaligus kuat (Foto: Aks)

Your First Birthday adalah refleksi personal tentang awal kehidupan dan ikatan emosional yang rapuh, tetapi sekaligus kuat (Foto: Aks)

CERAKEN.ID- Pameran Seni Rupa “Resonansi” Mandalika Art Community (MAC) yang berlangsung hingga 30 Desember 2025 di Galeri Taman Budaya Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menghadirkan beragam suara visual dari para perupa. Salah satunya datang dari Wang Arzaky, yang tampil dengan satu karya Tunggal. Sederhana dalam jumlah, tetapi sarat muatan personal.

Ajakan untuk terlibat dalam pameran ini datang secara tiba-tiba. “Kalau terkait pameran Resonansi, saya belum bisa cerita apa-apa, tiba-tiba diajak pameran soalnya,” ujar Wang sambil tersenyum.

Namun justru dari keterkejutan itulah, satu karya lahir dan menemukan tempatnya di ruang pamer. Karya tersebut berjudul Your First Birthday (2025), menggunakan medium akrilik dan spray paint di atas kanvas berukuran 90 x 100 sentimeter.

Secara visual, lukisan ini menghadirkan bentuk merah yang menyerupai balon, atau organ kehidupan, yang digantung di dalam ruang gelap dan sunyi. Ia menjadi citra yang ambigu: antara perayaan dan kecemasan, antara kegembiraan awal kehidupan dan kesadaran akan tanggung jawab yang mengikutinya.

Your First Birthday adalah refleksi personal tentang awal kehidupan dan ikatan emosional yang rapuh, tetapi sekaligus kuat. Bentuk merah itu seolah merayakan momen pertama, namun dalam waktu yang sama menyimpan kesadaran akan perlindungan, cinta, dan tanggung jawab yang belum sepenuhnya terucap.

Ruang gelap di sekelilingnya mempertegas kesunyian, seakan mengingatkan bahwa setiap perayaan lahir bersama kecemasan yang tak selalu tampak.

“Saya menggunakan pendekatan Street Art di setiap karya saya,” kata Wang.

Pernyataan ini menarik, mengingat Street Art lazimnya hadir di ruang publik: dinding jalanan, lorong kota, atau bangunan-bangunan terbuka. Street Art kerap diciptakan tanpa izin, dengan teknik seperti graffiti, stensil, mural, stiker, hingga wheatpaste.

Baca Juga :  Artha Kusuma: Menari di Atas Kanvas, Merawat Raga, Irama, dan Rasa

Ia dikenal karena aksesibilitasnya bagi publik luas, sekaligus sebagai medium komentar sosial, politik, dan upaya memperindah lanskap perkotaan. Berbeda dari seni galeri yang lebih eksklusif.

Pendekatan itu dibawa Wang ke dalam ruang galeri, menjadikan kanvas sebagai perpanjangan dari tembok jalanan. Spray paint yang ia gunakan bukan sekadar teknik, melainkan jejak pengalaman artistik yang panjang.

Wang mulai serius menekuni seni rupa sejak 2016, meskipun kegemarannya menggambar telah tumbuh sejak kecil. Ketertarikan itu kemudian membentuk pilihan hidupnya sebagai perupa.

Seni rupa, bagi Wang, bukan hanya ekspresi personal, tetapi bahasa yang menyusup ke berbagai bidang kerja kreatif. (F0to: ist)

Jejak visual selalu hadir dalam setiap pekerjaan yang ia geluti: dari graphic designer, art manager, hingga creative director di sebuah studio arsitektur. Seni rupa, bagi Wang, bukan hanya ekspresi personal, tetapi bahasa yang menyusup ke berbagai bidang kerja kreatif.

Soal pengaruh, Wang tidak menyebut perupa tertentu secara spesifik. Namun ia menelusuri akar ketertarikannya pada visual sejak masa kanak-kanak. Ia mengingat pesan sang ayah: “Kalau tulisan kita bagus, nanti rezeki kita juga bagus.”

Sejak kecil, ia ditempa agar memiliki tulisan tangan yang rapi dan indah. Dorongan itu, disadari atau tidak, membawanya ke ranah visual yang artistik.

Baca Juga :  Menemukan Sirin: Perjalanan Witari Ardini dalam Borka 2025

Proses tersebut kemudian berlanjut ketika Wang menekuni graffiti—sebuah medium yang sangat dekat dengan eksplorasi font dan huruf. Dari sana, gaya visualnya terus berkembang dari tahun ke tahun, hingga akhirnya menemukan bentuk dan karakter yang ia pakai sekarang.

Street Art, dalam konteks ini, bukan sekadar estetika, tetapi perjalanan panjang yang berangkat dari huruf, tulisan, dan ruang publik.

Memandang ekosistem seni rupa di NTB, Wang memilih sudut pandang industri. Menurutnya, relasi supply dan demand masih belum stabil, berada pada fase berkembang. Namun dari sisi seniman, Lombok menyimpan potensi besar.

“Lombok punya banyak sekali seniman dengan berbagai genre dan usia,” ujarnya. Yang dibutuhkan, menurut Wang, mungkin hanya soal waktu—menunggu momentum yang tepat agar potensi itu “meledak”.

Terlepas dari dinamika ekosistem dan dukungan struktural, Wang menegaskan satu sikap personal: ia akan tetap berkarya. Ada atau tidaknya dukungan pemerintah tidak ia jadikan alasan untuk berhenti.

“Tidak menjadi alasan buat tetap berkarya, kan,” ujarnya mantap.

Melalui Your First Birthday, Wang Arzaky menghadirkan resonansi yang sunyi namun menggema.

Sebuah perayaan yang tidak hingar-bingar, tetapi justru mengajak publik merenung tentang awal, tanggung jawab, dan ikatan emosional yang kerap tersembunyi di balik peristiwa-peristiwa yang kita rayakan.

Di ruang galeri Taman Budaya NTB, Street Art menemukan bentuk lain. Lebih hening, lebih personal, namun tetap menyimpan denyut jalanan yang jujur. (aks)

Penulis : aks

Editor : Ceraken Editor

Sumber Berita : Liputan

Berita Terkait

Buah Terakhir dari Hutan yang Terkoyak
I Nengah Kisid: Melukis sebagai Jalan Membaca, Mendengar, dan Melakukan
Artha Kusuma: Menari di Atas Kanvas, Merawat Raga, Irama, dan Rasa
S La Radek dan Sketsa yang Menyala dalam “The Rules of The Game”
Resonansi Batin dan Kebersamaan: Ekspresi Impresionistik Lalu Syaukani
Bambang Prasetya: Realisme yang Nyrempet ke Nurani Publik
Ahmad Saifi P: Menolak Kemapanan, Mencari Estetika Baru
Tia Sofiana: Kardus, Anak-Anak, dan Satir yang Bertanya

Berita Terkait

Senin, 22 Desember 2025 - 20:32 WITA

Buah Terakhir dari Hutan yang Terkoyak

Senin, 22 Desember 2025 - 18:32 WITA

I Nengah Kisid: Melukis sebagai Jalan Membaca, Mendengar, dan Melakukan

Minggu, 21 Desember 2025 - 16:39 WITA

Artha Kusuma: Menari di Atas Kanvas, Merawat Raga, Irama, dan Rasa

Minggu, 21 Desember 2025 - 12:38 WITA

S La Radek dan Sketsa yang Menyala dalam “The Rules of The Game”

Jumat, 19 Desember 2025 - 08:55 WITA

Resonansi Batin dan Kebersamaan: Ekspresi Impresionistik Lalu Syaukani

Berita Terbaru

Apa yang mereka lakukan berangkat dari kesadaran sebagai manusia biasa  (Foto: ist)

AGENDA SOSIAL

Seni sebagai Kesaksian Zaman: Solidaritas dari Mataram untuk Sumatera

Selasa, 23 Des 2025 - 01:12 WITA

The Last Fruit mengandung metafora yang kuat. Ia terdengar sederhana, tetapi sekaligus menggetarkan (Foto: bp)

TOKOH & INSPIRASI

Buah Terakhir dari Hutan yang Terkoyak

Senin, 22 Des 2025 - 20:32 WITA

Karya-karya Pak Kisid (kanan) hadir sebagai penanda bahwa seni tidak hanya berbicara tentang bentuk dan warna, tetapi juga tentang nilai dan tanggung jawab.(Foto: ist)

TOKOH & INSPIRASI

I Nengah Kisid: Melukis sebagai Jalan Membaca, Mendengar, dan Melakukan

Senin, 22 Des 2025 - 18:32 WITA

Dari Sumbawa, sebuah gagasan sedang dirajut: bahwa masa depan literasi daerah tidak harus gemerlap, tetapi harus berakar (foto: NR)

KEARIFAN LOKAL

Menggagas Perpustakaan Tematik: Jalan Sunyi Literasi dari Tana Samawa

Senin, 22 Des 2025 - 16:54 WITA

Dipsy Do tergolong band baru, lahir dari jam-jam sepulang kerja (Foto: Konser Lombok)

MUSIC & SHOW BIZZ

Dipsy Do di Soundrenaline 2025: Dari Mataram ke Pusat Hiruk-Pikuk Modernitas

Senin, 22 Des 2025 - 15:50 WITA