LOMBOK TIMUR (ceraken.id)– Berkebun kopi di dataran tinggi memiliki potensi keuntungan yang tinggi. Usaha itu sekaligus bisa membawa misi kekayaan kopi Nusa Tenggara Barat kepada konsumen.
Pembibitan kopi dilakukan Agus Patra Wijaya melalui kepemilikan badan usaha berbentuk CV. Perusahaan itu dberi nama Sapit Farm Mandiri di Desa Sapit, Kecamatan Suela, Lombok Timur. Segmen pembibitan yang dilakukan Agus adalah biji lokal yang ditanam di rumah kemudian dibawa ke kebun kopi. Produksi bibit harus dilakukan di Desa Sapit setelah melihat perubahan tren meminum kopi yang tidak sekadar mementingkan rasa.
“Jenis kopi yang kami bibitkan, dan produksi adalah Arabika karena berada di ketinggian delapan ratus meter dari permukan laut,” kata Agus kepada Radio Republik Indonesia Mataram, belum lama ini. Agus menjadi narasumber di dialog RRI yang bertopik Membangun Wirausaha Muda di NTB.
Teknik pembibitan dan penanaman menggunakan metode hulu ke hilir. Tujuannya, menyediakan bibit berkualitas dengan tidak sembarang mengambil bibit, tapi memperhatikan kualitas bibit. Bibit kemudian harus dirawat secara maksimal melalui pengawasan. Setelah itu baru bisa disebut betul-betul fokus pada budidaya karena mampu menyediakan bibit untuk masyarakat.
“Teknik budidaya kita fokus pada bertani kopi karena banyak petani yang tidak fokus di kopi. Sementara dengan jumlah tanaman kopi sebanyak 1.500 pohon bisa menghasilkan pendapatan kira-kira tujuh sampai delapan juta rupiah per bulan,” kata Agus.
Penghasilan itu, kata Agus, baru bisa diperoleh Ketika tanaman kopi terbebas dari hama dan penyakit. Maka untuk menghindari hama dipilihlah jenis kopi Arabika dengan varietas Kolombia atau Brasil. Sedangkan untuk handling panen, dan pascapanen memberdayakan petani mitra dari Desa Sembalun, Desa Pringgajurang, Lombok Timur.
Menurut Agus, petani dari Desa Sembalun, dan Pringgajurang, biasanya membeli kopi dalam kondisi sudah panen atau panen cherry. Buah kopi dalam status cherry dijual setelah dilakukan proses penggilingan atau blended beans. Dengan begitu, ongkos panen pun sampai ke tangan petani dan kopi sampai ke pasar. Baik pasar di Lombok Timur maupun di Kota Mataram.
Agus menyatakan, produksi kopi Desa Sapit sejak tahun 2018 seberat 1,2 ton. Untuk bisa mendapatkan tonase seberat itu, butuh empat sampai lima tahun sejak bibit kopi ditanam. Sesuai topografi, lahan kopi di Desa Sapit sangat cocok untuk mengembangkan kopi jenis Arabika dengan ketinggian hingga 1.200 mdpl. Di lahan yang tinggi, kopi terbebas dari serang penyakit daun.***