Oleh: Ayub Hamzah Fahreza (Teater Imago Medan)
CERAKEN.ID- Penghargaan Kesetiaan Terhadap Kesenian dari Lembaga Titi Mangsa kepada Kongso Sukoco pada Jum’at, 12 Desember 2025, bagi saya, bukan sekadar pengakuan personal, melainkan koreksi halus terhadap ekosistem seni kita. Ia seperti penanda bahwa di tengah sistem yang kerap lebih sibuk mengatur daripada merawat, masih ada seniman yang bertahan bukan karena fasilitas, melainkan meski tanpa fasilitas.
Kongso Sukoco adalah salah satu pengaruh penting di Sanggar Teater Bengkel Aktor Mataram. Ia hadir sebagai aktor, sutradara, pengajar, penggerak komunitas, sekaligus penggiat budaya—peran-peran yang jarang mendapat tempat dalam logika kesenian berbasis proyek.
Bukan karena tidak penting, tetapi karena sulit dikonversi menjadi laporan, indikator, dan tabel administrasi.
Dalam situasi perteateran di Lombok yang kerap dihadapkan pada keterbatasan ruang, minim infrastruktur, dan ekosistem yang lebih menyukai seremoni ketimbang keberlanjutan, Kongso justru menjadi api. Ia menjaga nyala kerja teater tetap hidup.
Menariknya, api itu datang dari seseorang yang berasal dari Surabaya. Namun keberpindahan geografis itu tidak membuat karyanya menjadi tempelan; justru menunjukkan bahwa teater hidup karena keberanian untuk menetap, bukan karena asal-usul.
Pilihan Kongso untuk berjuang dengan dana sendiri, ketimbang larut dalam pengajuan proposal dana seni yang rumit—seperti skema-skema besar yang menuntut kelengkapan administrasi berlapis—adalah sikap yang patut dibaca secara kritis.
Bukan sebagai penolakan terhadap bantuan negara, melainkan sebagai cermin bahwa sistem pendanaan kita sering kali lebih ramah pada kemampuan mengurus berkas daripada kemampuan merawat proses.
Dalam situasi seperti itu, kesetiaan sering kali menjadi mahal, bahkan harus dibayar dengan ongkos pribadi.
Enam puluh tiga kali berkarya yang telah dijalani Kongso bukanlah angka pencapaian, melainkan akumulasi dari keputusan yang terus diulang: tetap bekerja meski tanpa jaminan, tetap berproses meski tidak masuk skema.
Di tengah ekosistem seni yang mendorong seniman untuk cepat beradaptasi dengan mekanisme pendanaan, sikap ini justru terasa seperti bentuk perlawanan sunyi.
Bagi saya, penghargaan ini penting bukan karena status nasionalnya, tetapi karena ia mengingatkan kita bahwa kesenian sering kali diselamatkan oleh orang-orang yang memilih jalur paling tidak efisien secara sistem, namun paling jujur secara laku.
Dan Kongso Sukoco, dalam kesunyiannya, telah menunjukkan bahwa kesetiaan pada kesenian kadang berarti bersedia berjalan sendirian.
Medan, 14 Desember 2025
Penulis : aks
Editor : Ceraken Editor































