Kongso Sukoco: Kesetiaan yang Melawan Ekosistem

Minggu, 14 Desember 2025 - 20:17 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kesetiaan pada kesenian kadang berarti bersedia berjalan sendirian (Foto:i st)

Kesetiaan pada kesenian kadang berarti bersedia berjalan sendirian (Foto:i st)

Oleh: Ayub Hamzah Fahreza (Teater Imago Medan)

CERAKEN.ID- Penghargaan Kesetiaan Terhadap Kesenian dari Lembaga Titi Mangsa kepada Kongso Sukoco pada Jum’at, 12 Desember 2025, bagi saya, bukan sekadar pengakuan personal, melainkan koreksi halus terhadap ekosistem seni kita. Ia seperti penanda bahwa di tengah sistem yang kerap lebih sibuk mengatur daripada merawat, masih ada seniman yang bertahan bukan karena fasilitas, melainkan meski tanpa fasilitas.

Kongso Sukoco adalah salah satu pengaruh penting di Sanggar Teater Bengkel Aktor Mataram. Ia hadir sebagai aktor, sutradara, pengajar, penggerak komunitas, sekaligus penggiat budaya—peran-peran yang jarang mendapat tempat dalam logika kesenian berbasis proyek.

Bukan karena tidak penting, tetapi karena sulit dikonversi menjadi laporan, indikator, dan tabel administrasi.

Dalam situasi perteateran di Lombok yang kerap dihadapkan pada keterbatasan ruang, minim infrastruktur, dan ekosistem yang lebih menyukai seremoni ketimbang keberlanjutan, Kongso justru menjadi api. Ia menjaga nyala kerja teater tetap hidup.

Baca Juga :  Ungkapan "Kendeq Dokep Balang Due"

Menariknya, api itu datang dari seseorang yang berasal dari Surabaya. Namun keberpindahan geografis itu tidak membuat karyanya menjadi tempelan; justru menunjukkan bahwa teater hidup karena keberanian untuk menetap, bukan karena asal-usul.

Pilihan Kongso untuk berjuang dengan dana sendiri, ketimbang larut dalam pengajuan proposal dana seni yang rumit—seperti skema-skema besar yang menuntut kelengkapan administrasi berlapis—adalah sikap yang patut dibaca secara kritis.

Bukan sebagai penolakan terhadap bantuan negara, melainkan sebagai cermin bahwa sistem pendanaan kita sering kali lebih ramah pada kemampuan mengurus berkas daripada kemampuan merawat proses.

Dalam situasi seperti itu, kesetiaan sering kali menjadi mahal, bahkan harus dibayar dengan ongkos pribadi.

Baca Juga :  Pergelaran dan Evaluasi II Olah Seni, Peserta Didorong Manfaatkan Momentum FLS3N

Enam puluh tiga kali berkarya yang telah dijalani Kongso bukanlah angka pencapaian, melainkan akumulasi dari keputusan yang terus diulang: tetap bekerja meski tanpa jaminan, tetap berproses meski tidak masuk skema.

Di tengah ekosistem seni yang mendorong seniman untuk cepat beradaptasi dengan mekanisme pendanaan, sikap ini justru terasa seperti bentuk perlawanan sunyi.

Bagi saya, penghargaan ini penting bukan karena status nasionalnya, tetapi karena ia mengingatkan kita bahwa kesenian sering kali diselamatkan oleh orang-orang yang memilih jalur paling tidak efisien secara sistem, namun paling jujur secara laku.

Dan Kongso Sukoco, dalam kesunyiannya, telah menunjukkan bahwa kesetiaan pada kesenian kadang berarti bersedia berjalan sendirian.

Medan, 14 Desember 2025

Penulis : aks

Editor : Ceraken Editor

Berita Terkait

Dari Benang ke Panggung Budaya: Gelar Wastra Dekranasda NTB Hidupkan Tenun Dua Pulau
Kembalinya Senyum Dewi Rengganis: Wayang Sasak Menjaga Wastra dan Ingatan Budaya
“Melet Bedait”: Ratapan Lama dalam Napas Baru Lombok Ethno Fusion
Resonansi yang Menyatu: Pameran Perdana Mandalika Art Community di Taman Budaya NTB
Resonansi: Getaran Seni Rupa Mandalika Menyambut HUT NTB ke-67
Menjadikan Kebudayaan sebagai Isu Utama
Simposium Kebijakan Kebudayaan Warnai Rangkaian Festival Teater Indonesia 2025 di NTB
Lakon Borka 2025: Adaptasi “Belfegor” Karya Kiki Sulistyo

Berita Terkait

Sabtu, 20 Desember 2025 - 12:10 WITA

Kembalinya Senyum Dewi Rengganis: Wayang Sasak Menjaga Wastra dan Ingatan Budaya

Sabtu, 20 Desember 2025 - 09:25 WITA

“Melet Bedait”: Ratapan Lama dalam Napas Baru Lombok Ethno Fusion

Rabu, 17 Desember 2025 - 08:19 WITA

Resonansi yang Menyatu: Pameran Perdana Mandalika Art Community di Taman Budaya NTB

Senin, 15 Desember 2025 - 11:27 WITA

Resonansi: Getaran Seni Rupa Mandalika Menyambut HUT NTB ke-67

Minggu, 14 Desember 2025 - 20:17 WITA

Kongso Sukoco: Kesetiaan yang Melawan Ekosistem

Berita Terbaru

Apa yang mereka lakukan berangkat dari kesadaran sebagai manusia biasa  (Foto: ist)

AGENDA SOSIAL

Seni sebagai Kesaksian Zaman: Solidaritas dari Mataram untuk Sumatera

Selasa, 23 Des 2025 - 01:12 WITA

The Last Fruit mengandung metafora yang kuat. Ia terdengar sederhana, tetapi sekaligus menggetarkan (Foto: bp)

TOKOH & INSPIRASI

Buah Terakhir dari Hutan yang Terkoyak

Senin, 22 Des 2025 - 20:32 WITA

Karya-karya Pak Kisid (kanan) hadir sebagai penanda bahwa seni tidak hanya berbicara tentang bentuk dan warna, tetapi juga tentang nilai dan tanggung jawab.(Foto: ist)

TOKOH & INSPIRASI

I Nengah Kisid: Melukis sebagai Jalan Membaca, Mendengar, dan Melakukan

Senin, 22 Des 2025 - 18:32 WITA

Dari Sumbawa, sebuah gagasan sedang dirajut: bahwa masa depan literasi daerah tidak harus gemerlap, tetapi harus berakar (foto: NR)

KEARIFAN LOKAL

Menggagas Perpustakaan Tematik: Jalan Sunyi Literasi dari Tana Samawa

Senin, 22 Des 2025 - 16:54 WITA

Dipsy Do tergolong band baru, lahir dari jam-jam sepulang kerja (Foto: Konser Lombok)

MUSIC & SHOW BIZZ

Dipsy Do di Soundrenaline 2025: Dari Mataram ke Pusat Hiruk-Pikuk Modernitas

Senin, 22 Des 2025 - 15:50 WITA