CERAKEN.ID- Mataram- Proses pendalaman karakter sering kali menjadi perjalanan yang penuh liku, dalam dunia teater. Ia menuntut bukan hanya kecermatan membaca naskah, tetapi juga keberanian untuk membuka diri pada pengalaman baru.
Bagi Witari Ardini, seorang pelajar yang memerankan tokoh Sirin dalam Lakon Borka 2025, proses itu justru menjadi ruang tumbuh yang membentuk rasa percaya diri dan kedewasaan artistiknya. Apalagi ia harus memerankanya kembali dalam perhelatan Festival Teater Indonesia, ini adalah kesempatan berharga dalam proses belajarnya.
Witari mengakui bahwa ia tidak bisa langsung memahami karakter hanya dengan membaca naskah. Sirin digambarkan sebagai sosok yang “centil”, tetapi centil seperti apa? Apakah centil yang manja? Centil yang nakal? Atau centil yang menggoda?
Pertanyaan-pertanyaan itulah yang kemudian mendorongnya untuk menelusuri lebih jauh. Ia melakukan pencarian di internet, mengamati beragam referensi, lalu membawa temuannya ke ruang diskusi bersama sutradara, Eko Wahono.
Proses ini menunjukkan kedewasaan Witari sebagai seorang aktor muda. Ia tak berhenti pada teks, melainkan membuka ruang dialog antara imajinasi, studi, dan arahan kreatif.
Sirin, bagi Witari, bukan sekadar peran yang harus dipahami, melainkan karakter yang harus dihidupi. “Mendalaminya berarti merasakan denyutnya, memahami gesturnya, bahkan menemukan ritme tubuh yang merepresentasikan diri Sirin,” ujar Tari, begitu ia sehari-hari dipanggil.
Perjalanan itu tidak instan. Kian hari, ia mulai menemukan detail-detail kecil: cara tertawa Sirin, cara ia menggoda, cara ia bermain dengan energi panggung. Dari sinilah tumbuh rasa nyaman yang menjadi fondasi penting: kenyamanan yang membuatnya tidak lagi sekadar meniru, tetapi menciptakan interpretasi personal.
Dalam setiap proses latihan, Witari menghadirkan dedikasi yang sederhana namun kuat. “setiap hari pelan-pelan Tari usahakan meningkat.”
Kalimat ini bukan hanya cerminan kerendahan hati seorang pelajar yang sedang belajar seni peran. Tetapi juga sikap mental yang jarang dimiliki aktor muda, kesadaran: bahwa pertumbuhan artistik terjadi secara bertahap, bukan dengan lompatan-lompatan besar yang instan. Di balik kesederhanaannya, tersimpan komitmen yang matang.
Bimbingan Eko Wahono sebagai sutradara menjadi salah satu pilar penting dalam pendalaman karakter ini. Diskusi-diskusi kecil yang Witari lakukan bersamanya membantu memperkuat pemahamannya tentang Sirin.
Eko memberikan ruang aman bagi eksplorasi, ruang untuk mencoba, salah, memperbaiki, lalu mencoba lagi. Dalam ekosistem semacam ini, Witari tidak hanya memerankan Sirin, tetapi juga mempelajari dinamika kerja kolektif dalam produksi teater.
Perjalanan Witari Ardini dalam Lakon Borka bersama Teater Lho Indonesia, yang akan pentas pada 10 Desember 2025 di Taman Budaya Mataram, memberikan gambaran tentang bagaimana seorang aktor muda merayakan proses belajar.
Walaupun Lakon Borka pernah ia tampilkan pada tahun 2024, ia menunjukkan bahwa pendalaman karakter bukanlah proses sekali jadi, melainkan perjalanan panjang yang penuh eksperimen, pencarian, dan refleksi.
Sirin mungkin tampil sebagai tokoh centil di atas panggung, namun proses memerankannya justru memperlihatkan kedewasaan yang tumbuh perlahan di balik layar.
Dari seorang pelajar SMAN 2 Mataram, ia menjelma menjadi pencipta wujud Sirin yang hidup, karakter yang lahir dari kerja belajar, kerja tubuh, dan kerja hati. Dan mungkin justru itulah yang membuat Sirin bersinar: bukan karena centilnya, melainkan karena kerja pelan-pelan yang penuh kesungguhan. (Aks)***
Penulis : Aks
Editor : Ceraken Editor
Sumber Berita : Liputan
































