Sejarah Inflasi :”Dari Babilonia hingga Romawi” 

- Pewarta

Sabtu, 30 Maret 2024 - 08:47 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

 Telah banyak tulisan yang membahas tentang inflasi, tetapi tidak banyak tulisan yang membahas sejarah inflasi. Oleh karena itu, dalam tulisan kali ini kita akan membahas sejarah inflasi. Sebelum sejarah inflasi ini dibahas lebih jauh, berikut dikemukakan sebuah contoh. Sebuah keluarga mengkonsumsi beras 300 Kg setiap tahun selama tiga tahun dimana harga beras pada tahun pertama Rp.10.000 per Kg kemudian Rp.10.200 per Kg pada tahun kedua dan Rp.10.300 per Kg pada tahun ketiga. Dengan demikian, nilai konsumsi beras untuk keluarga tersebut sebesar Rp.3 juta pada tahun pertama kemudian Rp.3,06 juta pada tahun kedua dan Rp.3,09 juta pada tahun ketiga. Jika tahun pertama ditetapkan  sebagai periode tahun dasar dalam perhitungan inflasi, maka Indeks Harga Konsumen (IHK) tahun pertama yakni 100 sehingga diperoleh IHK tahun kedua sebesar 102 dan IHK tahun ketiga sebesar 103. Berdasarkan IHK tersebut, diperoleh tingkat inflasi pada tahun kedua sebesar 2 persen dan pada tahun ketiga sebesar 3 persen.             

Dari contoh tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa inflasi berkaitan dengan lebih banyak banyak uang yang diperlukan untuk membeli barang dan jasa dengan jumlah atau kuantitas yang sama dalam periode tertentu dan terjadinya kenaikan harga barang dan jasa pada periode tertentu. Pada contoh diatas secara nyata (riil) barang yakni beras yang dikonsumsi oleh keluarga tersebut jumlah atau kuantitasnya setiap tahun selama tiga tahun tetap sama yakni 300 Kg. Sehingga perbandingan (nisbah) jumlah atau kuantitas beras pada tahun pertama, kedua, dan ketiga adalah nilainya tetap sama yakni sebesar 1 (satu). Perbandingan (nisbah) inilah yang oleh ahli ekonomi Perancis, Leon Walras (1874) disebut harga riil. Ketika beras yang dikonsumsi oleh keluarga tersebut dinilai secara nominal dalam bentuk uang, maka perbandingannya (nisbah) secara nominal tidaklah sama yakni dengan perbandingan (nisbah) pada tahun pertama, kedua, dan ketiga sebesar 1:1,02:1,03. Berkaitan dengan hal tersebut, Adam Smith dalam karyanya “Wealth of Nations” yang dipublikasikan pada tahun 1776 menyatakan bahwa harga riil selalu memiliki nilai sama, tetapi bila diperhitungkan dalam mata uang emas dan perak, harga nominalnya menjadi berbeda.

Inflasi berupa kenaikan harga gandum dan wol ditemukan pertama kali di Babilonia dalam periode tahun 500 Sebelum Masehi (SM) hingga 100 SM (Slotsky, 2019). Pada waktu itu Babilonia berada dibawah kekuasaan Alexander Agung. Dilaporkan oleh Slotsky (2019) bahwa inflasi tertinggi pada komoditas gandum dan wol di Babilonia terjadi setelah wafatnya Alexander Agung pada tahun 323 SM dan inflasi dimaksud terus bergerak naik hingga tahun 100 SM. Inflasi juga ditemukan di Kekaisaran Romawi berupa kenaikan gaji dan biaya operasional tentara Romawi dalam periode tahun 27 SM hingga 305 M dimana mata uang yang digunakan pada masa itu disebut “denarii” yakni koin logam yang terbuat dari perak  (Harl, 2020).

Ketika Kekaisaran Romawi berada dibawah pemerintahan Kaisar Augustus (27SM-14M) jumlah gaji yang dibayarkan per tahun untuk 1 (satu) legion tentara Romawi mencapai 150 hingga 225 denarii dimana 1 legion terdiri dari 3 ribu hingga 6 ribu pajurit. Disisi lain, biaya operasional per tahun untuk 1 legion tentara Romawi mencapai 559 ribu hingga 838 ribu denarii. Pada masa itu, wilayah Kekaisaran Romawi meliputi Nazareth dan Bethlehem. Menurut Jousairi Hasbullah (2012) bahwa Nabi Isa yang oleh kepercayaan Kristiani disebut Jesus Kristus dilahirkan ketika ibu beliau Maryam (Mary) melakukan perjalanan dari Bethlehem ke Nazareth untuk disensus. Dimana sensus pertama kali dilakukan di Romawi pada masa Kaisar Augustus dan kata sensus berasal dari bahasa Romawi kuno yakni “cencere” yang berarti perkiraan.

Ketika Romawi diperintah oleh Kaisar Domition (81M-96M) jumlah gaji tentara Romawi per tahun untuk 1 legion naik menjadi 250 hingga 300 denarii dan biaya operasional per tahun untuk 1 legion juga naik menjadi 930 ribu hingga 1,117 juta denarii. Pada masa Kaisar Caracalla (211M-217M) gaji tentara Romawi dan biaya operasionalnya per tahun untuk 1 legion naik menjadi 2,4 hingga 3 kali dibandingkan pada masa Kaisar Domition yakni menjadi 600 hingga 900 denarii untuk gaji dan 2,234 juta hingga 3,351 juta denarii untuk biaya operasional. Kenaikan tertinggi gaji dan operasional tentara Romawi terjadi pada masa Kaisar Diocletion (284M-305M) yakni mencapai 30 hingga 41,3 kali untuk gaji dan 5 hingga 6,9 kali untuk biaya operasional dibandingkan pada masa Kaisar Domition. Pada masa Kaisar Diocletion jumlah gaji tentara Romawi per tahun untuk 1 legion mencapai 7.500 hingga 12.400 denarii dengan biaya operasional per tahun untuk 1 legion sebesar 4,654 juta hingga 7,695 juta denarii.

Pada masa kekuasaan Kaisar Nero (54M-68M) uang koin logam “denarii” mengandung perak seberat 3 hingga 3,65 gram. Selanjutnya ketika Kaisar Caracalla berkuasa (211M-217M) untuk mengurangi biaya produksi pembuatan uang, maka kandungan perak dalam koin logam “denarii” dikurangi menjadi 2,64 gram. Dalam konteks ini, koin logam “denarii” yang memiliki  kandungan perak lebih sedikit disebut “bad money” dan yang lebih banyak kandungan peraknya disebut “good money”. Dari fenomena ini berlaku suatu hukum yang disebut Hukum Gresham atau “Gresham Law” dimana “bad money drives out good money” artinya koin logam dengan kandungan perak lebih sedikit (“bad money”) menggeser koin logam yang kandungan peraknya lebih banyak (“good money”) sebagai alat pembayaran.

Orang akan cenderung menukarkan koin logam yang kandungan peraknya lebih sedikit (“bad money”) dengan koin logam yang kandungan peraknya lebih banyak (“good money”). Akhirnya hanya “bad money” yang beredar. Di Inggris pada masa pemerintahan Henry VIII (1542 M-1551M) digunakan dua logam sebagai alat pembayaran yaitu emas dan perak. Kemudian orang cenderung menukarkan uang peraknya (“bad money”) dengan uang emas (“good money”) dimana emas kemudian disimpannya atau dijualnya sebagai logam mulia (bukan sebagai uang). Akhirnya pada pada tahun 1558M, hanya uang perak saja yang beredar di Inggris sebagai alat pembayaran, sementara uang emas hilang dari peredaran. Hal inilah yang kemudian dilaporkan oleh Thomas Gesham (seorang pemilik modal di Inggris) pada tahun 1558M kepada pengganti Henry VIII yakni Elizabeth I dengan ungkapan “bad money drives out good money”. Ungkapan Thomas Gresham kepada Ratu Elizabeth I itulah yang kemudian oleh Macleod (1858) dalam karyanya “Elements of Political Economy” disebut sebagai Hukum Gresham. (*)

Penulis : Ir Lalu Muh Kabul, MAP

Berita Terkait

Tailing dan Penyakit Minamata    
Program SULTan Berhasil Kendalikan Inflasi Lotim Maret 2024
Kejelian Diperlukan untuk Menghindari Penipuan Uang Palsu Selama Bulan Suci Ramadan
Cek 5 Hal Ini Agar Rumah Aman Selama Mudik Lebaran
Jagoan Kalah Pilpres!
Inflasi Lotim Februari 2024 Tetap “Rendah dan Stabil”
Ketika Harga Beras Melambung Tinggi
Deflasi Lotim Minggu IV Desember 2023 Terbaik Pertama di Indonesia   

Berita Terkait

Sabtu, 4 Mei 2024 - 15:50 WITA

Tailing dan Penyakit Minamata    

Selasa, 2 April 2024 - 14:59 WITA

Program SULTan Berhasil Kendalikan Inflasi Lotim Maret 2024

Senin, 1 April 2024 - 15:29 WITA

Kejelian Diperlukan untuk Menghindari Penipuan Uang Palsu Selama Bulan Suci Ramadan

Senin, 1 April 2024 - 15:06 WITA

Cek 5 Hal Ini Agar Rumah Aman Selama Mudik Lebaran

Sabtu, 30 Maret 2024 - 08:47 WITA

Sejarah Inflasi :”Dari Babilonia hingga Romawi” 

Berita Terbaru

Translate »