Pojok NTB dan Mi6 Gelar Diskusi Publik, Beri Ruang Kritik Pimpinan Daerah yang Tampil Tiap Hari tapi Masalah Tak Selesai

Sabtu, 14 Juni 2025 - 11:19 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

 

 

 

CERAKEN.ID -Pojok NTB, WALHI NTB, dan Lembaga Kajian Sosial dan Politik Mi6 akan menggelar Diskusi Publik bertemakan “Quo Vadis Kebijakan Iqbal-Dinda Berbasis Pencitraan”.

Diskusi ini bagian dari upaya konstruktif untuk mengingatkan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB memperbaiki keadaan mumpung belum terlambat.

“Diskusi Publik Ini adalah kolaborasi kedua kami, Mi6 dan Pojok NTB. Kali ini, Walhi NTB ikut membersamai. Kami ingin semua pihak menempatkan Diskusi Publik ini sebagai pengingat bahwa setiap pemimpin membutuhkan kritik. Hanya lewat suara publik, pemimpin dapat menyadari kekeliruan yang tidak akan pernah disampaikan bawahan,” kata Direktur Mi6 Bambang Mei Finarwanto di Mataram, Jumat (13/6/2025).

Analis politik kawakan Bumi Gora yang karib disapa Didu ini menjelaskan, Diskusi Publik rencananya akan digelar Kamis, 19 Juni 2025 di Tuwa Kawa Coffee & Roestery pada pukul 19.30 wita s.d 22.30 wita. Sejumlah pembicara akan diundang untuk hadir dalam diskusi. Dari kalangan akademisi ada Dr. Lalu Wira Pria Suhartana yang merupakan Dekan Fakultas Hukum Universitas Mataram dan Dr. Alvin Syahrin. Panitia Diskusi Publik akan mengundang Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unram Prof. Mansur Afifi yang merupakan pengamat perbankan, juga akan didaulat berbicara.

“Dr Alvin Sahrin sudah konfirmasi bersedia menjadi Narsum dari kalangan Akademisi. Sementara yang lain akan dihubungi langsung oleh Panitia untuk minta kesediaannya menjadi narasumber, ” kata didu

Selain itu, Diskusi Publik juga akan menghadirkan tokoh masyarakat yang juga ulama dari Lombok Timur TGH Najamuddin Mustafa. Dari kalangan wakil rakyat akan hadir Anggota Komisi I DPRD NTB Suhaimi. Dan menggenapi para pembicara tersebut akan ada Eksekutif Daerah WALHI NTB Amri Nuryadin dan Direktur LOGIS NTB M Fihiruddin. Dan dimoderatori oleh Abdul Majid.

Didu mengungkapkan, apa yang mengemuka dalam diskusi ini tidak dibatasi. Namun, boleh jadi akan muncul kritik keras dan pedas, sehingga ada pihak-pihak yang merasa tidak nyaman. Bahkan ketidaknyamanan mungkin juga dirasakan pimpinan daerah. Tapi kata Didu, tujuan Diskusi Publik ini bukan itu. Melainkan menjadi momentum untuk menguatkan arah kepemimpinan dan menghindarkan NTB dari kebijakan dan kekeliruan berulang.

Baca Juga :  Silaturahmi Purna Pegadaian dan Denyut Transformasi Digital TRING!

Sebab, kata Didu melanjutkan, kalau hanya sekadar reaktif terhadap ketidaknyamanan imbas kritik terbuka, publik Bumi Gora juga tentulah yang paling pantas menuntut, karena mereka tidak akan pernah nyaman dengan pemimpin yang hanya fokus pada pencitraan. Tampil setiap hari, namun tidak kunjung terlihat hasil kerjanya.

”Tiap hari tampil, tapi tak satu pun masalah selesai. Blusukan tanpa perubahan itu hanya akan menjadi jalan-jalan berseragam. Karena itu, jika sampai hari ini para pemimpin kita terlihat sibuk tapi tidak ada yang berubah, mungkin yang bekerja hanyalah pencitraan,” tandas Didu.

Senada dengan Didu, Admin Pojok NTB M Fihiruddin mengemukakan, pemimpin harusnya bersyukur ktitik publik terhadap kepemimpinan daerah masih terus ada. Apalagi, masyarakat berkreasi sendiri menciptakan panggung yang menjadi tempat mereka untuk bersuara.

”Kritik publik itu adalah bentuk tertinggi kepedulian. Pemimpin yang alergi kritik sesungguhnya sedang alergi pada rakyatnya sendiri,” ucap Direktur LOGIS NTB ini.

Aktivis dari kalangan muda ini menegaskan, lebih dari tiga bulan Gubernur H Lalu Muhamad Iqbal dan Wakil Gubernur Hj Indah Dhamayanti Putri memimpin NTB, teramat sulit menepikan pandangan publik, betapa kedua pimpinan daerah ini hanya bekerja berbasis pencitraan semata. Akibatnya kata Fihir, pemerintahan tak ubahnya berjalan karena sistem dan rutinitas. Bukan karena kepemimpinan aktif.

Publik tidak pernah mendengar ada pernyataan publik strategis tentang arah pembangunan daerah. Tidak terlihat pula fungsi koordinasi yang intensif dan disertai inisiatif kebijakan. Sementara di sisi lain, pengambilan keputusan terlihat berjalan pasif atau reaktif.

Baca Juga :  HUT ke-67 NTB: Refleksi Pembangunan dan Optimisme Menuju Lompatan Baru

”Pemerintah hanya hadir secara administratif, tapi absen secara visioner dan eksekutif,” ucap Fihir.

Yang terlihat di hadapan publik dalam tiga bulan terakhir kata Fihir adalah pimpinan daerah yang hadir di acara-acara seremonial. Sementara intervensi kebijakan akseleratif terhadap isu-isu penting menyangkut kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan infrastruktur dasar, justru masih sangat minim.

”Itu menandakan betapa Gubernur dan Wakil Gubernur kita tidak memimpin, melainkan hanya menampakkan diri,” tandas Fihir.

Sementara itu, Dewan Pendiri Mi6, Hendra Kusumag menyoroti minimnya perhatian Gubernur dan Wakil Gubernur NTB terhadap isu-isu lingkungan. Tiga bulan memimpin Bumi Gora kata Hendra , harusnya lebih dari cukup bagi kepala daerah jika memang memiliki perhatian terhadap isu lingkungan.

Dalam tiga bulan, kepala daerah bisa menetapkan prioritas dan visi yang jelas soal keberlanjutan. Bisa menginisiasi kebijakan atau program konkret, seperti moratorium izin tambang yang merusak lingkungan, penataan ulang tata ruang, atau kampanye pengurangan sampah. Bisa pula menunjukkan keberpihakan anggaran, misalnya dengan alokasi lebih besar pada program konservasi atau pengelolaan sampah.

“Tapi, kalau ternyata setelah tiga bulan belum ada juga publik melihat langkah nyata, maka bisa jadi ini bukan soal waktu. Tapi murni soal kemauan politik,” kata Hendra Kusumah yang juga Ketua Panitia Diskusi Publik Pojok NTB dan Mi6.

Dia menegaskan, lingkungan adalah fondasi dari semua aspek pembangunan. Tanah, air, udara, hutan, semuanya adalah sumber kehidupan. Jika rusak, maka petani kehilangan lahan subur, nelayan kehilangan tangkapan, warga terkena banjir, kekeringan, dan polusi. Karena itu kata Hendra, pemimpin yang abai soal ini sedang membiarkan masyarakatnya perlahan-lahan kehilangan hak dasar, yakni hidup yang layak.

“Ketika seorang pemimpin diam atas kerusakan lingkungan, ia sedang memilih berpihak bukan pada rakyat, tapi pada kepentingan jangka pendek yang merusak masa depan,” tutup Hendra Kusumah.

Penulis : CR-03

Editor : Editor Ceraken

Berita Terkait

HUT ke-67 NTB: Refleksi Pembangunan dan Optimisme Menuju Lompatan Baru
Peringatan Hari Disabilitas Internasional 2025: Meneguhkan Inklusi, Merayakan Kesetaraan
Silaturahmi Purna Pegadaian dan Denyut Transformasi Digital TRING!
Festival Teater Indonesia 2025 Digelar Perdana: 20 Kelompok Teater Tampil di Medan, Palu, Mataram, dan Jakarta
Gubernur Bali, NTB, NTT Kukuhkan Kerja Sama Regional Sunda Kecil, Fokus Pariwisata hingga Ekspor
BPS NTB Gelar Webinar Nasional Bahas Inklusivitas Ekonomi dan Peluang Kerja
SEMINAR NASIONAL Probabilitas Menuju Indonesia Emas 2045: Optimalisasi Praktik Ketatanegaraan Melalui Revitalisasi Politik Hukum Berintegritas Sebagai Pilar Penguatan Demokrasi”
Berhutang Rp290 Miliar, PDIP Tolak Raperda Sub Kegiatan Tahun Jamak oleh Pemkab Lombok Timur

Berita Terkait

Jumat, 19 Desember 2025 - 10:45 WITA

HUT ke-67 NTB: Refleksi Pembangunan dan Optimisme Menuju Lompatan Baru

Jumat, 19 Desember 2025 - 09:33 WITA

Peringatan Hari Disabilitas Internasional 2025: Meneguhkan Inklusi, Merayakan Kesetaraan

Rabu, 17 Desember 2025 - 16:01 WITA

Silaturahmi Purna Pegadaian dan Denyut Transformasi Digital TRING!

Kamis, 27 November 2025 - 19:58 WITA

Festival Teater Indonesia 2025 Digelar Perdana: 20 Kelompok Teater Tampil di Medan, Palu, Mataram, dan Jakarta

Rabu, 26 November 2025 - 10:38 WITA

Gubernur Bali, NTB, NTT Kukuhkan Kerja Sama Regional Sunda Kecil, Fokus Pariwisata hingga Ekspor

Berita Terbaru

Apa yang mereka lakukan berangkat dari kesadaran sebagai manusia biasa  (Foto: ist)

AGENDA SOSIAL

Seni sebagai Kesaksian Zaman: Solidaritas dari Mataram untuk Sumatera

Selasa, 23 Des 2025 - 01:12 WITA

The Last Fruit mengandung metafora yang kuat. Ia terdengar sederhana, tetapi sekaligus menggetarkan (Foto: bp)

TOKOH & INSPIRASI

Buah Terakhir dari Hutan yang Terkoyak

Senin, 22 Des 2025 - 20:32 WITA

Karya-karya Pak Kisid (kanan) hadir sebagai penanda bahwa seni tidak hanya berbicara tentang bentuk dan warna, tetapi juga tentang nilai dan tanggung jawab.(Foto: ist)

TOKOH & INSPIRASI

I Nengah Kisid: Melukis sebagai Jalan Membaca, Mendengar, dan Melakukan

Senin, 22 Des 2025 - 18:32 WITA

Dari Sumbawa, sebuah gagasan sedang dirajut: bahwa masa depan literasi daerah tidak harus gemerlap, tetapi harus berakar (foto: NR)

KEARIFAN LOKAL

Menggagas Perpustakaan Tematik: Jalan Sunyi Literasi dari Tana Samawa

Senin, 22 Des 2025 - 16:54 WITA

Dipsy Do tergolong band baru, lahir dari jam-jam sepulang kerja (Foto: Konser Lombok)

MUSIC & SHOW BIZZ

Dipsy Do di Soundrenaline 2025: Dari Mataram ke Pusat Hiruk-Pikuk Modernitas

Senin, 22 Des 2025 - 15:50 WITA