SOSMED

- Pewarta

Senin, 8 April 2024 - 15:14 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tulisan adalah buah pikiran, perasaan, dan sudut pandang seseorang atas sesuatu. Namun, dalam samudra pengungkapan kata-kata yang serasa tak memiliki batas tepi dan ujung yang berkepastian, mampukah sebuah tulisan merasuki jiwa pembacanya tanpa ada sentuhan langsung dari penulisnya? Apakah deretan kata dan kalimat mampu menjangkau makna yang dimaksud tanpa disertai dengan pengalaman pribadi dan rasa dari penulisnya?

Sosial media, dengan beragam platformnya, telah menjadi ruang interaksi yang tak terelakkan dalam kehidupan modern seperti saat ini. Di antara gemerlapnya layar dan aliran informasi, ada ruang untuk membagikan pemikiran, ide, dan bahkan perasaan lewat tulisan. Salah satu wadah yang paling intens dalam interaksi ini adalah WhatsApp Grup (WAG), tempat di mana setiap anggota membawa harapan, keinginan, dan pandangan yang berbeda.

Dalam setiap interaksi, ada nuansa harapan, ekspektasi, dan penilaian. Masing-masing individu membentuk persepsi dan memilih sikap berdasarkan orientasi pikiran yang mereka miliki. Ini memunculkan pengelompokan kesesuaian dan afinitas yang menggambarkan ketertarikan atau simpati yang ditandai oleh persamaan kepentingan yang sama. Dalam dunia virtual yang penuh warna-warni ini, WAG menjadi cermin bagi eksistensi, apresiasi, persepsi, dan konklusi, yang mengalir bersamaan dengan setiap kata dan kalimat yang terungkap.

Namun demikian, di tengah keriuhan interaksi sosial, penting untuk menyadari bahwa setiap tindakan kita sesungguhnya akan melahirkan efek bagi pihak lain, langsung maupun tidak langsung. Kehadiran kita, yang semula kita bayangkan tidak berpengaruh bagi orang lain  ternyata justru sebaliknya. Kita bisa bermanfaat, bisa juga menghadirkan masalah bagi orang lain. Oleh karena itu, diperlukan cara bijak dalam tindakan virtual dalam bentuk komentar atau penyampaian pandangan, terutama di dunia maya yang tidak mengenal batas ruang dan waktu.

Menjalani kehidupan yang berlandaskan agama, kita tahu bahwa diri kita sebagai manusia adalah makhluk yang tidak sempurna. Kesempurnaan hanya melekat pada Sang Pencipta ialah Allah SWT. Namun, sebagai manusia yang beriman, kita harus terus berikhtiar untuk bisa mencapai “kesempurnaan diri” di jalan-Nya. Dan jalan puasa, sebagai salah satu ikhtiar untuk menjadikan kita tahu batasan-batasan mana yang diperbolehkan dan yang dilarang untuk kita lakukan. Puasa senyatanya, bukan hanya sekadar menahan diri dari makan dan minum, tapi juga menahan diri dari perilaku buruk dan meningkatkan kesabaran serta bijak dalam bertindak.

Ali Ahmadil Jurjawi, seorang ulama yang bijaksana, menjelaskan bahwa puasa adalah bentuk manifestasi religiusitas dan amalan mendekatkan diri kepada Tuhan. Dalam puasa, seseorang memahami bahwa Allah senantiasa mengawasinya, baik dalam ruang kerahasiaan antara hamba dan Penciptanya (private relationship) maupun ruang terbuka, antara sesama hamba. Oleh karena itu, puasa menjadi pelajaran kesabaran dan kehati-hatian dalam bertindak.

Di era media sosial yang sarat dengan godaan dan kuatnya hasrat dalam mengekspresikan diri, hikmah berpuasa menjadi semakin berarti. Untuk menjadi pribadi yang lebih bijak dalam berinteraksi di dunia maya sangat bertumpu pada bagaimana kita bisa menjaga dan mengendalikan diri dari tindakan-tindakan yang tidak produktif. Puasa adalah ikhtiar untuk itu. Insyaallah.**

 

Penulis : Cukup Wibowo

Berita Terkait

CLOSING DAY
AMBIVALENSI
PREFERENSI
Setan
Kematian
Takut
On Time
Hedonisme

Berita Terkait

Rabu, 10 April 2024 - 13:04 WITA

CLOSING DAY

Senin, 8 April 2024 - 15:14 WITA

SOSMED

Minggu, 7 April 2024 - 08:57 WITA

AMBIVALENSI

Sabtu, 6 April 2024 - 11:15 WITA

PREFERENSI

Jumat, 5 April 2024 - 10:56 WITA

Setan

Berita Terbaru

Translate »